Sabtu, 20 September 2008

PANEN DAN PENANGANAN PASCAPANEN IKAN BAUNG

BAB VII
PANEN DAN PENANGANAN PASCAPANEN

Panen ikan baung biasanya dilakukan setelah pemeliharaan selama 3 - 3,5 bulan atau ikan telah berukuran 250 - 500 g dan panjang 20 - 25 cm. Panen dapat dilakukan secara bertahap atau secara total, tergantung pada keperluan.

A. Panen
Panen ikan baung yang dibelihara di karamba dan ikan baung yang dipelihara di kolam adalah sebagai berikut.

1. Cara Panen di Karamba
Sebelum panen dilakukan, kita harus menyiapkan terlebih dahulu alat-alat seperti tangguk, keranjang atau ember, kantung plastik, tabung gas oksigen, dan timbangan. Panen ikan baung di karamba yang terbuat dari jaring plastik dapat dilakukan dengan cara mengangkat karamba tersebut. Setelah karamba diangkat sebagian, kemudian ditangguk berulang kali sampai ikan dalam karamba tersebut habis. Sehabis ikan-ikan dalam karamba tersebut dipanen, seluruh kotoran dalam karamba dibersihkan karamba kemudian dijemur beberapa hari hingga kering.
Jika karamba untuk pemeliharaan ikan terbuat dari kayu atau bambu yang cukup berat, cara pemanenan ikan dilakukan dengan menggunakan tangguk. Ikan-ikan yang akan dipanen diciduk dari atas melalui pintu karamba. Cara panen ikan di karamba yang terbuat dari kayu atau bambu memang agak sukar dan memerlukan waktu yang cukup lama. Di samping itu, kita sukar mengetahui apakah ikan sudah habis atau masih ada dalam karamba. Karamba yang terbuat dari kayu atau bambu tidak dapat dikeringkan dan dibersihkan bagian dalamnya.

2. Cara Panen di Kolam
Panen ikan baung di kolam dilakukan setelah pemeliharaan 3 - 4 bulan dan ukuran ikan telah mencapai 20 - 25 cm dengan bobot 250 - 500 g. Panen ikan di kolam dapat dilakukan secara bertahap jika ukuran ikan tidak seragam. Jika ukuran ikan relative seragam, pemanenan dapat dilakukan secara total. Sebelum panen dilaksanakan, segala peralatan dan sarana penunjang harus dipersiapkan terlebih dahulu untuk menghindari penurunan mutu ikan.
Panen ikan di kolam sebaiknya dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 6.00 - 7.00 supaya ikan tetap segar dan tenaga kerjanya pun masih kuat sehingga panen dapat selesai sebelum hari panas. Panen dilakukan dengan terlebih dahulu membuang air kolam. Jika konstruksi kolam baik, panen dapat dilakukan di dekat pintu air. Sebaliknya, jika konstruksi kolam sederhana dan berlumpur, panen sebaiknya dilakukan dengan menelusuri seluruh bagian kolam dengan menggunakan jaring atau menggunakan tangan langsung karena ikan baung senang membenamkan diri di dalam lumpur.
Jika menginginkan ikan hidup sampai pada konsumen, pada waktu panen sebaiknya disisipkan hapa yang diikat dekat pintu air agar ikan yang dipanen tertampung terlebih dahulu di hapa. Kemudian, ikan diangkut dengan wadah yang berisi air, misalnya tong plastik ataujerigen yang dipotong tengahnya.

B. Penanganan Pascapanen
Seperti halnya komoditas ikan yang lain, ikan baung termasuk komoditas yang cepat rusak (mutunya menurun) karena proses pembusukan. Proses pembusukan terjadi sejak ikan mati dengan terjadinya proses autolysis oleh enzim dan bakteri menyebabkan terjadinya penurunan mutu dan pembusukan pada tubuh ikan. Agar penurunan mutu dapat dihambat, penanganan ikan ketika panen dan setelah dipanen (pascapanen) harus ditangani dengan baik dan benar.

1. Ikan Segar
Kebanyakan ikan baung dijual dalam bentuk ikan segar yang mati. Namun, jika menginginkan ikan hidup sampai ke konsumen, maka dapat ditempuh dengan cara seperti pada pengangkutan benih. Wadah yang digunakan untuk mengangkut ikan hidup dapat dibuat lebih besar atau lebih banyak, baik dalam kantong plastik maupun dalam tong plastik.
Ikan segar yang mati yang diangkut ke konsumen memerlukan perhatian khusus untuk mencegah terjadinya pembusukan. kebersihan ikan harus diperhatikan dengan cara dicuci sebelum dimasukkan ke dalam wadah pengangkutan. Demikianjuga, penyusunan ikan dalam wadah tidak boleh terlalu tinggi agar ikan yang berada di bawah tidak rusak. Pengangkutan ikan dapat menggunakan es dalam jumlah yang cukup agar bakteri atau mikroorganisme lain tidak aktif berkembang.

2. Ikan Asap
Selain dikonsumsi segar, ikan baung juga telah populer untuk dijadikan ikan asap. Di pasar-pasar di Kotamadya Pekanbaru, Kabupaten Kampar dan daerah lainnya di Riau selalu dijumpai ikan baung asap. Namun, produk ikan baung asap belum dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Konsumen ikan baung asap di propinsi Riau umumnya masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas karena harga jualnya relatif mahal, yaitu Rp 90.000,00 - Rp 95.000,00 per kilogram.












Gambar 30. Ikan Baung Asap

Di propinsi Riau ikan baung yang dihasilkan dari perairan umum. Biasanya, pengasapan dilakukan oleh nelayan dengan menggunakan rumah asap yang terbuat dari drum dengan sumber asap adalah sabut kelapa dan kayu. Pengasapan berlangsung antara 12 - 20 jam. Ikan asap yang belum terjual atau dikonsumsi biasanya dimasukkan ke dalam rumah asap lagi. Ukuran ikan baung yang diasap biasanya berkisar 100 - 250 g. Pengolahan dan pengawetan ikan baung secara tradisional pada prinsipnya adalah mengurangi kadar air untuk menghindari proses kemunduran mutu dan pembusukan, baik secara kimiawi, biologis, maupun fisik.
Cara pengawetan ikan dengan pengasapan sudah dikenal manusia sejak zaman dahulu, yaitu sejak ditemukannya cara membuat api dan ikan menjadi masak karena panasnya api. Setelah menjadi masak, ikan tersebut akan berbau asap yang berasal dari kayu yang terbakar yang dapat menimbulkan bau dan aroma yang khas. Dengan kemajuan tingkat pemikiran dan pengetahuan, manusia makin tahu bahwa dengan pengasapan ikan bisa disimpan lebih lama dalam keadaan.enak untuk dimakan.
Pengasapan merupakan salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan untuk memperpanjang daya awet ikan dengan menggunakan bahan bakar kayu sebagai bahan yang menghasilkan asap. Pengasapan akan menghasilkan panas yang dapat menyebabkan berkurangnya kadar air ikan dan mengakibatkan terhambatnya aktivitas mikroba. Daya awet produk ikan yang diasap tidak hanya disebabkan oleh proses pemanasan, pengeringan, dan penggaraman, tetapi juga asap yang dihasilkan mempunyai senyawa-senyawa tertentu yang bersifat bakterisidal.
Proses pengasapan ikan sebenamya terjadi serangkaian proses penggaraman, pengeringan, pemanasan dan pengasapan. Asap yang dihasilkan membuat ikan yang diasap menjadi mengkilat. Sifat mengkilat ini dihasilkan oleh reaksi-reaksi kimia dari senyawa-senyawa dalam asap, yaitu formaldehid dengan fenol yang menghasilkan lapisan damar tiruan pada permukaan ikan sehingga menjadi mengkilat. Komposisi kimia asap kayu disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Komposisi kimia sap kayu




Bahan bakar untuk pengasapan ikan dapat menggunakan sabut kelapa atau tempurung kelapa, bonggol jagung, potongan-potongan kayu, atau serbuk gergajian kayu yang tidak mengandung resin. Kayu mengandung bahan yang dapat terbakar. Bau yang dihasilkan dari kayu yang terbakar merupakan persenyawaan organik kompleks, yaitu selulosa, lignin, pentosan, asam laurat, senyawaan protein, resin, dan terpen.
Berdasarkan suhu pengasapan dikenal dua jenis pengasapan, yaitu pengasapan panas dan pengasapan dingin. Pengasapan panas dilakukan dengan suhu yang mencapai 100°C dan suhu dalam daging ikan mencapai 60°C. Sedangkan pengasapan dingin dilakukan dengan suhu maksimum 30°C. Secara skematis, cara pengasapan ikan baung dapat dilihat pada Gambar 31.
Hasil penelitian terhadap komposisi asam-asam amino ikan baung segar dan yang diasap disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Komposisi asam amino ikan baung segar dan diasap




Gambar 31. Skema proses pengasapan ikan baung

Dari setiap proses pengasapan dengan menggunakan 8,5 kg ikan baung segar diperoleh 4,8 kg ikan baung asap. Lama pengasapan untuk proses tersebut selama 16 jam. Biaya pengasapan (arang, batok kelapa, sabut kelapa, garam, dan tenaga kerja) adalah sebesar Rp 40.800,00. Jika harga ikan baung segar sebesar Rp 40.000,00/kg dan ikan baung asap sebesar Rp 90.000,00/kg.makakeuntungan yang diperoleh setiap kali pengasapan adalah sebesar Rp 51.200,00. Untuk lebihjelasnya, rincian biaya dan pendapatan pengasapan ikan baung dapat dilihat pada Tabel 10.

Gambar 32. Rumah asap Hashimito Canning.



DAFTAR PUSTAKA

Affandi, R. 1998. Proses Pematangan Gonadpada Ikon Betina (Teleostei). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Alawi, H. 1990. Memelihara Ikan Dalam Karamba. Fakultas Perikanan, Universitas Riau.

Alawi, H., M. Ahmad, Rusliadi dan Pardinan. 1992. "Some Biological Aspect of Macrones Catfish (Macrones nemurus) from Kampar River." Dalam : Terubuk 18 (52) : 33 - 47.

Amomsakun, A., and A. Hassan. 1997. "Some Aspect in Early Life Stages in Larval Green Catfish Mystus nemurus." Dalam: IFR Journal 3 : 64 - 70.

Asmawi, S. 1984. Pemeliharaan Ikan Dalam Karamba. Gramedia. Jakarta.

Bardach, J.E., J.H. Ryther and W.O. McLamey. 1972. Aquaculture: The Farming and Husbandry of Fresh Water and Marine Organisme. 2nd Edition. John Wiley and Sons. New York.

Busch, R.L. 1985. "Channel Catfish Culture in Ponds." p. 13 - 18. Dalam: C.S. Tucker (Ed.) Channel Catfish Culture. Elsevier. New York.

Carman, 0., Alimuddin, H. Arfah, S. Nuryati dan L. Mulyani. 1999. "Buku Pedoman Teknis Pembenihan Ikan Air Tawar." Dalam: Proyek Semi-Que. Institut Pertanian Bogor.

Cruz, E.M. 1986. Buku Pegangan Latihan Makanan Ikan. Proyek Pengembangan Perikanan Skala Kecil. USAID Jakarta. Dirjen Perikanan. Pemerintah Indonesia.

Djajadiredja, R., S. Hatimah dan Z. Arifin. 1972. Buku Pengenalan Sumber Perikanan Darat. Bagian I. Dirien Perikanan, Departemen Pertanian. Jakarta.

Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Ikan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.

Effendi, I. 1999. "Pemeliharaan Larva." Dalam: Makalah Pelatihan Pembenihan Ikan. Proyek Semi-Que. Institut Pertanian Bogor.

Gaffar, A.K. 1982. "Pertumbuhan Ikan Baung (Macrones nemurus) yang Diberi Makan Pellet dengan Formulasi Berbeda di Sangkar Terapung." Dalam: Bulletin Penelitian Perikanan Darat 3 (2) : 8 - 12.

Gaffar A.K. 1998. "Ikan Baung (Mystus nemurus) Si Kumis dan Perairan Tawar." Dalam: Loka Penelitian Perikanan A ir Tawar. Palembang.

Hadikoesworo, H. 1986. Penelitian Ekonomi Budi Daya Perairan di Asia. Gramedia. Jakarta.

Imaki, A., Kawamoto and A. Suzuki. 1978. A History of Freshwater Fishes Collected from the Kapuas Rivers, Kalimantan Indonesia. The Institute for Breeding. Tokay University of Agriculture.

Loekman, S. 1993. "Pengamh Lama Pengasapan Terhadap Kandungan Zat Gizi Ikan Baung." Dalam: Tesis Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Madsuly, T. 1977. Laporan Petemakan Ikan Tagih (Macrones nemurus) di Kabupaten Sumedang. Dinas Perikanan Kabupaten Sumedang.

Murrit, R.W. and K.W. Cunning. 1978. An Introduction to the Aquatic Insect of North America. Kendall/Hunt Published Company. Iowa.

Mudjiman, A. 1985. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Muflikah, N. 1993. "Pemijahan Ikan Baung dengan Sistem Rangsangan Hormon." Dalam: Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

NRC. 1993. Nutrient Requirement of Fish. National Research Council.

Saanin,H. 1968. Taksonomi dan Kuncildentifikasi Ikan. Binacipta. Bandung.

Suyanto, S.R. 1982. Budi Daya Ikan Leie. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tang, U.M., H. Alawi dan R.M. Putra. 1999. "Pematangan Gonad Ikan Baung pada Pakan dan Lingkungan yang Berbeda." Dalam: Hayati 6: 10 - 12.

Tang, U.M., H, Alawi dan Nuraini. 1999. "Pemijahan dan Penetasan Telur Ikan Baung (M. nemurus)." Dalam: Laporan Hasil Penelitian. ARMP-Universitas Riau:

Tang, U.M., R. Affandi, R. Widjajakusuma, H. Setianto dan M.F. Rahardjo. 2000. "Aspek Biologi dan Kebutuhan Lingkungan Benih Ikan Baung." Dalam: Disertasi Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Weber, M and de Beaufort. 1965. the Fishes of the Indo-Australia Archipelago II. E.J. Brill Ltd. Leiden Holland.

Woynarovich, E. and L. Horvath. 1980. The Artificial Propagation of WarmWater for Fishes. A Manual for Extension. FAO of The United Nations. Rome.

Yunita, Y. 1996. "Keberhasilan Fertilisasi dan Daya Tetas Ikan Baung (Mystus planicep) yang Diinduksi dengan Dosis Ovaprim yang Berbeda." Dalam: Skripsi. Fakultas Perikanan Universitas Riau. Pekanbaru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar