Tampilkan postingan dengan label Penaeus monodon. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Penaeus monodon. Tampilkan semua postingan

Minggu, 04 Maret 2012

Daya Racun Amonia Bagi Udang Windu Penaeus monodon Juvenil dan Dewasa

Arsip Cofa No. B 009



Amonia berasal dari proses amonifikasi bahan organik dan deaminasi atau ekskresi binatang air sebagai hasil akhir metabolisme senyawa-senyawa bernitrogen dalam sistem budidaya.

Amonia merupakan produk akhir utama katabolisme protein pada krustasea. Ketika konsentrasi amonia dalam air meningkat, ekskresi amonia oleh organisme air menurun, sedangkan konsentrasi amonia dalam darah dan jaringan tubuh lain meningkat. Akibatnya adalah peningkatan pH darah dan berdampak negatif bagi reaksi-reaksi yang dikatalisis enzim dan stabilitas membran. Amonia meningkatkan konsumsi oksigen pada jaringan, merusak insang, dan mengurangi kemampuan darah untuk mengangkut oksigen.

Total amonia dapat dipantau dengan alat uji yang murah (kecuali bila diperumit oleh adanya kesadahan magnesium) dan dapat diatur dengan pertukaran air. Amonia ada dalam bentuk terionisasi (NH3) yang beracun, terutama pada pH tinggi, dan bentuk terionisasi (NH4+) yang tak beracun, terutama pada pH rendah. Bentuk amonia terionisasi tidak dianggap beracun karena muatan ionnya mencegahnya menembus membran sel insang. Konsentrasi aman yang disarankan untuk amonia tak terionisasi (NH3-N) adalah 0,1 mg/liter.

Beberapa peneliti melaporkan kisaran konsentrasi amonia dalam air kolam budidaya. Kolam budidaya jarang mengandung lebih dari 2 atau 3 mg/liter total amonia nitrogen. Bagaimanapun, pada kolam budidaya superintensif dan pada tahap-tahap akhir pemeliharaan, konsentrasi amonia bisa mencapai setinggi 6,5 mg/liter (0,15 mg/liter NH3-N) dan bahkan 46,1 mg/liter (0,87 mg/liter NH3-N). Pada kasus terakhir, konsentrasi NH3-N yang melebihi 0,1 mg/liter dilaporkan dalam tiga sampling dalam satu bulan pada kolam udang P. penicillatus dengan padat penebaran 12,3 ton per hektar dan berhasil dipanen dengan tingkat kelangsungan hidup 44,3 %. Sulit untuk mengevaluasi daya racun amonia bagi udang di lingkungan kolam karena siklus harian pH dan konsentrasi amonia tak terionisasi berubah terus-menerus.

Udang dewasa Penaeus monodon (panjang 91,0 ± 8,0 mm) telah dipaparkan terhadap berbagai konsentrasi amonia (NH3 + NH4) dalam air laut bersalinitas 20 ppt pada pH 7,57 dan suhu air 24,5 oC dengan menggunakan metode pembaharuan statis. Nilai LC50 amonia-N (amonia tak terionisasi ditambah amonia terionisasi sebagai nitrogen), NH3-N (amonia-N tak terionisasi) menurun dengan makin lamanya periode pemaparan. Nilai LC50 24, 48, 96 dan 144 jam adalah 97.9, 88.0, 53.4 dan 42.6 mg/liter amonia-N (1.76, 1.59, 0.96 dan 0.77 mg/liter NH3-N), berturut-turut. “Ambang batas” daya racun amonia ditemukan pada 144 jam. Berdasarkan nilai awal LC50 dan faktor terapan 0,1, maka nilai aman untuk pemeliharaan udang dewasa Penaeus monodon (salinitas 20 ppt, pH 7.57, suhu 24.5 oC) adalah 4,26 mg/liter amonia-N, 0.08 mg/liter NH3-N.

Berdasarkan berbagai hasil penelitian, telah dibuat daftar nilai EC50 (konsentrasi yang menurunkan pertumbuhan bobot badan sebesar 50 % dibandingkan kontrol) untuk NH3-N pada udang windu. Nilai EC50 NH3-N untuk post larva lima udang penaeidae, setelah 3 minggu pemaparan terhadap larutan uji, adalah 0,22 – 0,69 mg/liter dengan rata-rata 0,45 mg/liter. EC50 NH3-N untuk post larva P. monodon, setelah pemaparan 6 minggu, adalah 60 mikrogram/liter. EC 50 NH3-N untuk juvenil P. monodon, setelah pemaparan sekitar satu minggu, adalah 1,01 mg/liter.

Konsentrasi aman amonia-N untuk P. monodon post larva tahap 6 adalah 0,13 mg/liter amonia-N atau 0,01 mg/liter NH3-N, pada pH 8.2 suhu 29.5 oC dan salinitas 34 ‰. Untuk post larva tahap 30 - 50 nilainya adalah 1,8 mg/liter amonia-N atau 0,15 mg/liter NH3-N, pada pH 8.3 suhu 25 oC dan salinitas 25 ‰. Untuk juvenil (panjang badan 35,5 mm) adalah 3,7 mg/liter amonia-N atau 0,1 mg/liter NH3-N, pada pH 7.7 suhu 27 oC dan salinitas 20 ‰. Untuk udang dewasa (panjang badan 91,0 mm) nilai tersebut adalah 4,3 mg/liter amonia-N atau 0,08 mg/liter NH3-N, pada pH 7.6, suhu 24.5 oC dan salinitas 20 ‰.


REFERENSI :

ARTIKEL TERKAIT


Jumat, 02 Maret 2012

Daya Racun Amonia Bagi Larva Udang Windu Penaeus monodon

Arsip Cofa No. B 008



Pada kebanyakan hatchery di seluruh dunia, amonia nitrogen merupakan parameter penting dalam tangki pemeliharaan udang. Amonia bisa menjadi kritis dan mematikan pada tahap zoea akhir dan tahap mysis sampai postlarva. Konsentrasi amonia letal diduga tergantung pada pH, salinitas dan suhu. Sisa-sisa nitrogen dari pencernaan protein dapat menumpuk sampai ke tingkat berbahaya di dalam tangki pemeliharaan larva. Seperti binatang lain, udang menggunakan komponen bernitrogen dari protein tercerna (gugus amino, NH2) untuk membentuk protein mereka sendiri, tetapi mereka tidak dapat memetabolisasi komponen nitrogen untuk menghasilkan energi.

Ketika protein dimetabolisasi menjadi energi, gugus amino dipecah dan secara langsung diekskresi sebagai amonia (NH3). Proses serupa juga terjadi selama penguraian oleh bakteri terhadap protein dan senyawa nitrogen lain yang terkandung di dalam pakan yang tak dimakan dan limbah. Amonia berkonsentrasi tinggi bisa berbahaya bagi hatchery. Amonia adalah umum di hatchery dan mencapai konsentrasi sampai 0,808 mg/liter amonia-N (amonia tak terionisasi dan terionisasi) meskipun 30 persen air diganti setiap hari. Amonia yang dilepaskan oleh ekskresi udang dan hasil penguraian oleh bakteri akan diserap sebagai nitrogen oleh bakteri nitrifikasi, Nitrosomonas dan Nitrobacter. Dalam tangki pemeliharaan larva udang intensif, bagaimanapun, amonia dapat tertimbun sampai ke tingkat beracun secara berkala.

Toleransi larva udang windu Penaeus monodon terhadap amonia meningkat ketika larva bermetamorfosis dari nauplius ke tahap postlarva. Nilai LC50 24-jam amonia untuk nauplius, zoea, mysis dan postlarva adalah 6.00, 8.48, 24.04, dan 52.11 mg/liter amonia-N (0.54, 0.76, 2.17, dan 4.70 mg/liter NH3-N), berturut-turut. Nilai LC50 48-jam amonia untuk mysis dan postlarva adalah 14,39 dan 27,73 mg/liter amonia-N (1,30 dan 2,50 mg/liter NH3-N). Nilai LC50 72-jam dan 96-jam amonia untuk postlarva adalah 17,05 dan 11,51mg/liter amonia-N (1,54 dan 1,04 mg/liter NH3-N). “Tingkat aman” amonia adalah 1,15 mg/liter amonia-N (0,10 mg/liter NH3-N) berdasarkan nilai LC50 96-jam untuk postlarva. Dugaan “tingkat aman” yang lebih konservatif bagi pemeliharaan larva Penaeus monodon dihitung berdasarkan nilai dugaan LC50 96-jam untuk nauplius, yaitu 0.13 mg/liter amonia-N (0.01 mg/liter NH3-N).

Pengaruh amonia terhadap postlarva udang windu Penaeus monodon (bobot 5,7 ± 0,9 mg, panjang 12,0 ± 1,4 mm) bervariasi sesuai dengan pH. Ketika postlarva dikenai 250 mg/liter amonia-N, nilai LT50 (lethal time 50) dan LT100 menurun dengan naiknya pH. Postlarva yang dikenai 60 mg/liter amonia-N dan pH 9,10 kurang toleran daripada postlarva yang dikenai 250 mg/liter amonia-N dan pH 8,31. Nilai LT50 untuk postlarva yang dikenai 0,07 mg/liter amonia-N dan pH 9,10 adalah kurang dari separuh nilai LT50 untuk postlarva yang dikenai amonia-N dengan konsentrasi sama tetapi pada pH 8,31. Peningkatan nilai pH dalam suatu larutan amonia meningkatkan proporsi NH3 dan meningkatkan daya racun amonia terhadap postlarva P. monodon. Pemantauan konsentrasi amonia dan pencegahan naiknya pH disarankan dalam budidaya udang.

Uji daya racun letal amonia pada berbagai pH (7, 7.5, 8, dan 8.5) serta pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva tahap awal udang windu Penaeus monodon telah dilakukan. Peningkatan daya racun amonia ketika pH air naik ditemukan pada uji daya racun 96 jam. Nilai dugaan LT50 menurun dari 101,09 menjadi 25,16 jam untuk protozoea yang terkena 8 ppm amonia, menurun dari 115,79 menjadi 11,26 jam untuk mysis yang terkena 24 ppm amonia, dan dari 51,41 menjadi 22,58 untuk PL (postlarva) yang terkena 52 ppm amonia dengan peningkatan nilai pH. Pengaruh 3 dan 6 ppm amonia pada nilai pH 7.0, 7.5, 8.0 dan 8.5 terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva dan postlarva P. monodon juga telah diteliti dalam uji daya racun subletal 16 hari. Hasilnya menunjukkan bahwa amonia pada 3 dan 6 ppm mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang. Kelangsungan hidup menurun 27% pada 3 ppm dan 48% pada 6 ppm amonia, sedangkan laju pertumbuhan menurun 4,4% pada 3 ppm dan 6,5% pada 6 ppm amonia. Peningkatan pH air budidaya menyebabkan kelangsungan hidup menurun secara nyata pada tahap-tahap protozoea, mysis dan postlarva. Tidak terdeteksi adanya efek interaksi antara pH dan amonia.

Post-larvae (bobot badan 32,0 ± 3 mg, panjang 1,43 ± 0,03 cm) udang windu, Penaeus monodon Fabricius, telah dipaparkan terhadap amonia-N (amonia tak terionisasi ditambah amonia sebagai nitrogen) pada konsentrasi kontrol, 0.12, 0.60, 1.20 dan 2.40 mg/liter yang setara dengan kontrol, 6, 32, 63 dan 126 mikrogram/liter NH3-N (amonia tak terionisasi sebagai nitrogen) selama 8 minggu dalam salinitas 25 ppt, pH 7,85 – 8,18 dan suhu 26–28 °C dengan metode pembaharuan statis. Pertumbuhan (yang diukur dalam bobot badan dan panjang) udang yang dipaparkan terhadap 1,20 dan 2,40 mg/liter amonia-N adalah secara nyata lebih rendah (P < 0,05) daripada udang yang dipaparkan terhadap kontrol. Nilai EC50 (konsentrasi yang menurunkan pertumbuhan sebesar 50% pertumbuhan kontrol) adalah 1,33 mg/liter amonia-N, 70 µg/liter NH3-N untuk perolehan bobot badan, dan 2,35 mg/liter amonia-N, 123 µg/liter NH3-N untuk perolehan panjang postlarva Penaeus monodon. Konsentrasi racun maksimum yang dapat diterima untuk amonia-N dan NH3-N bagi postlarva Penaeus monodon adalah 0,60 mg/liter dan 32 µg/liter, berturut-turut setelah pemaparan selama 6 minggu.

Konsentrasi amonia sebaiknya dipantau paling sedikit satu kali setiap hari di hatchery udang. Bila beberapa bentuk gas oksidan, seperti ozon, dipertahankan pada tingkat residu yang rendah di dalam tangki pemeliharaan larva (yaitu, dimasukkan bersama aerasi), ia dapat mempertahankan konsentrasi NH3 (amonia tak terionisasi) dalam kisaran yang dapat diterima. Bagaimanapun, ozon secara langsung bersifat racun bagi organisme air, sehingga konsentrasi residunya harus diperhatikan.


REFERENSI :

ARTIKEL TERKAIT