Tampilkan postingan dengan label TEHNIK BUDIDAYA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label TEHNIK BUDIDAYA. Tampilkan semua postingan

Senin, 25 Juni 2012

kebutuhan pemberian kapur pertanian sesuai dengan derajat keasaman kolam ikan

kebutuhan pemberian kapur pertanian sesuai dengan derajat keasaman kolam ikan

- bila ph (derajat keasaman) kolam nilai nya 6 - 7 maka dosis kapur yang diberikan adalah 0,3 - 0,5 ton/ha

- bila ph (derajat keasaman) kolam nilai nya 5 - 6 maka dosis kapur yang diberikan adalah 0,5 - 1,5 ton/ha

- bila ph (derajat keasaman) kolam nilai nya 4 - 5 maka dosis kapur yang diberikan adalah 1,0 - 1,5 ton/ha

- bila ph (derajat keasaman) kolam nilai nya 3 - 4 maka dosis kapur yang diberikan adalah 2,0 - 4,0 ton/ha

(Handajani H. dan Hastuti, S.D. 2002)


Minggu, 24 Juni 2012

fungsi pengapuran pada kolam ikan dan jenis kapur yang digunakan

Tujuan Pengapuran pada kolam budidaya ikan

1. Untuk menaikan pH tanah
2. Mempercepat dekomposisi sisa bahan organik menjadi nutrien
3. memberantas hama penyakit ikan
4. Mengikat Zarah lumpur yang melayang-layang dalam air sehingga air bisa menjadi jernih
5. Mengikat kelebihan CO2 yang dihasilkan proses respirasi /pernapasan ikan maupun jasad renik dan penguraian limbah organik




jenis kapur yang dipakai meliputi
1. kapur pertanian (CaCO3)
2. Kapur Tohor (CaO)
3. Kapur Mati Ca(OH)2
4. Dolomite CaMg(CO3)2

Minggu, 10 Juni 2012

budidaya rumput laut metode jalur

Budidaya Rumput Laut metode Jalur PDF Print E-mail
Metode budidaya rumput laut di masing-masing daerah berkembang sesuai dengan kebiasaan dan kondisi lokasi perairan di wilayah tersebut. Selain dari ketiga metode budidaya rumput laut yang ada (lepas dasar, rakit apung dan longline) telah berkembang di masyarakat metode baru yaitu metoda jalur.
Metode ini merupakan kombinasi antara metode rakit dan metode long line. Kerangka metode ini terbuat dari bambu yang disusun sejajar. Pada kedua ujung setiap bambu dihubungkan dengan tali PE diameter 0,6 mm sehingga membentuk persegi panjang dengan ukuran 5 m x 7 m per petak. Satu unit terdiri dari 5 – 7 petak. Pada kedua ujung setiap unit diberi jangkar seberat 100 kg. Penanaman dimulai dengan mengikat bibit rumput laut ke tali jalur yang telah dilengkapi tali PE 0,2 cm sebagai pengikat bibit rumput laut. Setelah bibit diikat kemudian tali jalur tersebut dipasang pada kerangka yang telah tersedia dengan jarak tanam antar titik yang digunakan minimal 25 cm dan jarak antar tali kurang lebih 50 cm.

Untuk membuat 5 unit rakit ukuran per unit rakit 5 m x 35 m yaitu 1 unit rakit terdiri dari 5 petak dengan ukuran 5 x 7 m per petak, diperlukan bahan-bahan sebagai berikut :

Spesifikasi alat :- Bambu 30 batang; Tali PE D15 15 gulung; Tali PE 4 mm 44 kg; Tali PE 6 mm 10 kg; Tali jangkar PE 10 mm 34 kg; Pelampung 10 buah; Jangkar 10 buah; Keranjang panen 5 buah


Sarana Penunjang :
- Rak jemur 1 unit; Perahu dayung 1 buah; Peralatan kerja;

Bibit :
- Bibit : 7.000 ikatan per titik 100 gram dibutuhkan 700 kg untuk 1 unit (ukuran 1 unit 5 x 35 m : terdiri dari 5 petak ukuran petak 5 x 7 m).

Produktifitas :
- Panen bibit basah 700 kg
- Berat panen basah : 87.5 % dari jumlah ikatan bibit = 4.900 ikatan
- Apabila Kisaran berat rata-rata panen 800 gram per rumpun maka hasil panen 3.920 kg basah, Berat kering (8 : 1) = 490 kg.
sumber :http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id
 

Sabtu, 07 April 2012

cara pembuatan akuarium ikan



cara pembuatan akuarium ikan 

Akuarium  merupakan wadah/media pemeliharaan jenis biota air, hewan air yang dapat dipelihara pada akuarium adalah ikan, kura-kura, udang. untuk memperoleh akuarium ini dapat dilakukan dengan cara membelinya atau membuat sendiri, bila kita tidak cukup uang untuk membelinya kita dapat membuat sendiri akuarium di rumah.  bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat akuarium adalah : 
- Kaca 
- Lem Kaca
- Solatif 

Ukuran kaca yang akan digunakan bervariasi tergantung keperluan dan jenis ikan apa yang akan dipelihara, bila kita akan memelihara jenis ikan yang cukup besar seperti arwana maka ukuran akuarium yang digunakan minimum 80 x 40 x 40  cm, bila jenis ikan yang relatif ukuran tubuhnya kecil seperti koki, guppy, sumatra, manvis, bisa menggunakan akuarium ukuran 60 x 30 x 30 cm.

untuk memulai pembuatan pertama kita harus memperhitungkan atau mengukur ukuran kaca yang akan dipasang untuk akurium dengan berbentuk persegi panjang terdapat 5 (lima) sisi kaca yang digunakan, untuk sisi bawah atau alas menggunakan akuarium berukuran 80 x 40 cm dengan ketebalan 5 mm, untuk 2 (dua) sisi samping berukuran 79 x 40 cm  ketebalan 5 mm, dan untuk 2 (dua) sisi samping lainnya berukuran 40 x 40 cm tebal 5 mm. untuk alas kita gunakan sterofoam sebagai alas untuk kaca yang berukuran 80 x 40 cm.

 kaca yang akan dipasang dengan kaca yang di bawah yaitu kaca ukuran 40 x 40 cm. kaca yang di bawah diberi lem khusus kaca dengan banyak lem yang digunakan sesuai ukuran kaca yang akan ditempelkan yaitu sepanjang 40 cm. sebelum dilem agar pengeleman menjadi rapi perlu dipasang solatif untuk menjaga lem tidak melebar kemana-mana. setelah ditempel kaca tersebut ditahan oleh penyangga berupa kaleng bekas agar tidak jatuh.

kemudian kita persiapkan kaca dengan ukuran 79 x 40cm untuk dipasang di sisi berikutnya. pengeleman dilakukan pada kaca alas 80 x 40 dan kaca uk. 40 x 40 cm, setelah dilem kemudian dipasangkan kaca ukuran 79 x 40 cm tersebut, begitu selanjutnya sampai kedua kaca lainnya terpasangkan.

setelah terpasang semuanya yaitu 5 (lima) kaca kemudian pada sudut-sudutnya yaitu sudut dalam akuarium diberi lem pada setiap kelilingnya untuk mencegah terjadinya kebocoran akuarium. untuk menahan akuarium agar kuat perlu dipasang kaca pada bagian atas akuarium sekelilingnya yaitu  dipasang kaca dengan ukuran 80 x 6 cm  tebal 5 mm dan 40 x 6 cm tebal 5 mm. hal ini bertujuan untuk mengikat antara sisi kaca yang satu dengan sisi kaca yang lainnya. setelah beres dibuat, akuarium tidak bisa langsung diisi air. solatif yang tadi dipasang pada akuarium dilepas.

akuarium bisa diberi air setelah 1 hari dikeringkan, pemberian air jangan sekaligus diisi penuh harus sedikit demi sedikit. pengisian pertama kurang lebih ketinggian airnya 5 - 10 cm hal ini bertujuan untuk mengecek akuarium takut terjadi kebocoran. bila tidak ada yang bocor maka air bisa ditambah lagi.



Kamis, 05 April 2012

TEKNIK PEMIJAHAN IKAN KOI

I. PENDAHULUAN

Koi termasuk ikan hias eksotis yang semakin banyak penggemarnya. Selain dipelihara sebagai hobi, koi juga bisa dijadikan lahan bisnis yang menjanjikan. Tentu saja bagi mereka yang benar-benar serius menekuninya. Selain pesona warna dan lekukannya yang indah, keistimewaan lain dari koi adalah keelokan yang dipertontonkan tatkala menyembul dan melompat ke atas air.




Sungguh sebuah pemandangan yang istimewa bagi yang hobi memeliharanya.
Disisi lain koi sudah menjadi prestise . Salah satu ajang untuk mendongkrak prestise koi adalah lewat kontes. Koi yang berhasil menyabet gelar juara bakal terangkat pamornya sehingga harganya melambung. Si pemilik biasanya tidak rela melepaskan koi kesayangannya meski ditawar dengan harga 4-5 kga koi kali semula.
Tingginya harga koi menjadikan bisnis ikan yang menjadikan bisnis ikan yang menjadi kebanggaan masyarakat Jepang ini tidak pernah surut. Dalam perkembangannya , budidaya koi juga selalu melahirkan strain-strain baru . Bagaimana perkembangan koi di Indonesia?
Pada hakikatnya kondisi alam Indonesia sangat menunjang untuk budidaya koi. Sayangnya, usaha produksi koi masih terbatas. Para pengusaha koi di dalam negeri belum memanfaatkan peluang pasar koi secara optimal. Alasannya, membudidayakan koi membutuhkan lahan dan dana yang tidak sedikit. Padahal di sisi lain, budidaya koi di Indonesia berpeluang menyaingi Jepang. Sebab, budidaya koi di Jepang juga terhambat akibat beberapa persoalan, antara lain: terbatasnya lahan, mahalnya upah tenaga kerja, dan pengaruh empat musim yang menjadi kendala terbesar dalam budidaya koi di Jepang.
Adapun mengenai mutu, kualitas ikan koi sangat ditentukan oleh tipe bentuk badan yang sempurna, warna tubuh yang cemerlang, dan pola warna tubuh yang unik. Keindahannya merupakan perpaduan antara keelokan warna dan bentuk tubuh, disertai perlakuannya secara keseluruhan.

II. TEKNIK PEMIJAHAN IKAN KOI
Hal-hal yang harus diperhatikan ketika hendak memijahkan ikan koi adalah ketersediaan kolam, persediaan induk koi, penyediaan pakan benih, dan perlakuan seleksi yang ketat.
Kolam pemijahan tidak mungkin menjadi satu dengan kolam taman. Kolam pemijahan harus mempunyai pintu pemasukan dan pintu pengeluaran air tersendiri.Selain itu, seluruh kolam harus diplester dan bisa dikeringkan dengan sempurna.
Luas kolam pemijahan bervariasi. Untuk kolam sempit dapat menggunakan kolam seluas 3-6 m2 dengan kedalaman 0,5 m. Lokasi kolam cukup mendapatkan sinar matahari, tidak terlalu ribut, terlindung dari jangkauan anak-anak dan binatang peliharaan lain.
Jika mungkin, sediakan juga kolam penetasan telur dan perawatan benih. Kolam penetasan, bentuknya bisa persegi panjang atau bulat. Kalau kolam bulat, diameternya antara 1,5-2 m.
Satu kolam lagi jika ada, yaitu kolam untuk menumbuhkan pakan alami yang dipakai untuk lmensuplai pakan benih jika kuning telurnya telah habis. Kedalaman kolam sekitar 30 cm. Luas kolam antara 6-10 m2, cukup memadai.
Bagi yang memiliki uang cukup, dinding kolam bisa dilapis vinil yaitu bahan yang biasa untuk membuat bak fiberglass. Dengan lapisan vinil, kolam-kolam tersebut lebih terjamin kebersihannya dan efek dari semen bisa dihilangkan.
2.2. Seleksi Induk
Syarat utama induk adalah calon induk sudah matang kelamin dan matang tubuh. Matang kelamin artinya induk jantan sudah menghasilkan sperma dan induk betina sudah menghasilkan telur yang matang. Matang tubuh artinya, secara fisik mereka sudah siap menjadi induk-induk produktif.
Syarat lain fisiknya prima, tidak cacat. Sirip-siripnya lengkap, juga sisiknya. Gerakannya anggun, seimbang , tidak loyo. Umur jantan minimal 2 tahun, betina minimal 3 tahun. Betina lebih besar dibandingkan jantan, perutnya terlihat lebih besar dibandingkan punggung. Jantan sebaliknya, lebih langsing dan perutnya rata jika dilihat dari punggung. Sirip induk jantan siap kawin akan muncul bintik-bintik putih.
Seekor induk betina berpasangan dengan 2 atau 3 induk jantan. Jika seekor betina hanya diberi seekor jantan di kolam pemijahan dan tak disangka jantannya ngadat, gagallah pemijahan. Dengan menyediakan stok jantan lebih dari satu, kegagalan pemijahan bisa dihindari.
Disarankan untuk tidak menggunakan stok induk yang paling bagus, karena keturunannya biasanya jelek. Anak keturunannya belum tentu sebagus induknya. Yang dipijahkan sebaiknya koi biasa saja, tetapi masih memiliki sifat-sifat unggul, seperti warnanya pekat. Pada saat seleksi benih, nantinya bisa dipilh mana yang bagus dan mana yang diafkir.
2.3. Persiapan Kolam
Pertama kali yang harus dipersiapkan untuk pemijahan adalah kolam. Kolam dikeringkan dibawah terik matahari. Pintu pemasukan dipasang saringan untuk mencegah telur yang mungkin hanyut.
Telur koi menempel (adesif) sifatnya. Biasanya koi akan bertelur dibawah tanaman atau bahan apa saja yang bisa dipakai untuk menempelkan telurnya. Oleh karena itu sediakan penempel telur yang memadai agar telur koi bisa selamat.
Penempel telur bisa menggunakan kakaban, yang dipakai untuk memijahkan ikan mas. Kakaban dibuat dari ijuk yang dijepit dengan bilah bambu dan dipaku. Kakaban yang baik terbuat dari ijuk yang panjang dan rata, panjang 120 cm lebar 40 cm. Jumlah kakaban yang diperlukan disesuaikan dengan besar induk betina, biasanya 4-6 buah untuk setiap 1 kg induk betina.
Agar bisa mengapung, kakaban disusun di atas sepotong bambu yang masih utuh. Diataskakaban diberi bilah bambu dan diikat agar kumpulan kakaban tidak tercerai-berai ketika pasangan induk memijah. Sebelum dipasang, kakaban dibersihkan, dicuci, dan dibilas agar terbebas dari lumpur.
Kakaban dipasang setelah kolam diisi air. Air selalu mengalir ke kolam pemijahan untuk merangasang pasangan koi yang akan memijah. Selain kakaban, tempat penempel telur bisa juga menggunakan tanaman air seperti Hydrilla yang disusun atau potongan tali rafia sebagai pengganti ijuk.
2.4. Pelaksanaan Pemijahan
Induk dimasukkan sekitar pukul 16.00 dan akan mulai memijah tengah malam. Induk betina akan berenang mengelilingi kolam dengan diikuti induk jantan di belakangya. Makin lama gerakan mereka makin seru. Induk jantan menempelkan badannya ketika mengikuti induk betina. Pada puncaknya, induk betina akan mengeluarkan telurnya dengan sesekali meloncat ke udara. Aktifitas betina ini segera diikuti jantan dengan mengeluarkan cairan sperma.
Telur-telur yang terkena sperma akan menempel pada kakaban atau bahan penempel telur lainnya dan susah lepas. Juga ada sebagian telur uyang jatuh ke dasar kolam. Perkawinan selesai pada pagi hari. Induk segera dipisah dari telurnya. Jika terlambatm telur bisa habis dimakan induknya.
Ada dua cara untuk memisahkan induk dari telur yang dihasilkan.Pertama, dengan memindahkan induk dari kolam pemijahan dan tetap membiarkan telur menetas di kolam tersenur. Cara kedua dengan memindahkan telur ke kolam penetasan. Cara pertama lebih praktis karena lebih menghemat lahan (kolam).
Untuk mencegah agar tidak terserang jamur, telur-telur direndam dulu dalam larutan Malachyt green dengan konsentrasi 1/300.000 selama 15 menit sebelum ditaruh di kolam penetasan. Ketika akan merendam telur-telur ini, sebaiknya kakaban digoyang-goyangkan pada air agar kotoran yang mungkin menutupi telur bisa terlepas.
2.5 Penetasan Telur
Agar menetas dengan baik, telur harus selalu terendam dan suhu air tetap konstan. Jika suhu terlalu dingin, penetasan akan berlangsung lama. Jika suhu terlalu tinggi, telur bisa mati dan membusuk.
Agar telur bisa terendam semua, rangkaian kakaban harus “ditenggelamkan” ke dalam kolam. Untuk itu bisa memakai jasa gedebog pisang. Potong tiga buah gedebog pisang sepanjang 40 cm, lalu letakkan diatas kakaban dengan dua ruas bambu sebagai alasnya. Agar bisa stabil, gedebog diratakan salah atu sisinya.
Dalam tempo 2 – 3 hari telur koi sudah mulai menetas. Setelah menetas kakaban diangkat dan dipindahkan ke tempat lain. Nantinya kakaban bisa dipakai lagi di lain kesempatan.
Benih koi umur seminggu masih lembut. Umumnya orang menetaskan telur koi dalam hapa yaitu kantong yang bermata lembut yang biasa untuk menampung benih. Di hapa, benih koi lebih mudah dikumpulkan dan tidak hanyut terbawa aliran air. Koi yang baru menetas masih membawa kuning telur sebagai persediaan pakan utama yang pertama.
Selama itu mereka belum membutuhkan pakan dari luar karena pencernaannya belum terbentuk sempurna. Dua atau tiga hari kemudian, mereka sudah mulai berenang. Saat ini sudah waktunya menyediakan pakan bagi benih. Benih ini harus dipindahkan ke kolam pembesaran yang banyak mengandung pakan alami.
2.6 Perawatan Benih
Benih yang sudah berenang bebas harus dipindahkan ke kolam pembesaran. Kolam pembesaran ini harus dipersiapkan, agar ditumbuhi pakan alami, seminggu sebelum pemijahan. Adapun langkah – langkah persiapannya sebagai berikut.
Kolam dikeringkan selama dua hari di bawah terik matahari dan disemprot dengan pestisida agar binatang yang tidak dikehendaki mati. Pestisida yang dipakai Dipherex atau Nogos dengan dosis 0,5 – 1,0 ppm. Kemudian untuk menyediakan pakan alami berupa binatang renik, kolam dipupuk dengan kotoran ayam dan jerami. Jerami ditindih dengan batu dan diletakkan di sudut – sudut kolam. Volume kotoran ayam 1,5 kg/m2. pintu pemasukan air ke kolam harus diberi saringan.
Dalam beberapa hari, air yang terkena jerami akan berubah warna menjadi merah kecoklatan. Namun, beberapa hari kemudian akan jernih kembali. Jika pemberian kotoran ayam dan jeramitepat, dalam beberapa hari kemudianakan tumbuh infusoria dan fitoplankton. Pada saat ini benih – benih koi sudah bisa dimasukkan setelah kurang lebih sepuluh hari, daphnia akan tumbuh.
Jika tidak dapat menumbuhkan pakan alami, terpaksalah memberi pakan benih koi dengan pakan buatan seperti kuning telur yang direbus, tepung udang, susu bubuk untuk anak sapi, dan pakan tepung khusus untuk koi. Untuk menjaga agar air tidak busuk oleh sisa pakan buatan, di kolam dimasukkan air baru agar sisa pakan hanyut.

informasi lainnya tentang koi  Click Here!

Rabu, 04 April 2012

TEKNIK PRODUKSI INDUK JANTAN YY IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

Oleh:

Sofi Hanif

T. Yuniati, dan

Didi Junaedi

TEKNIK PRODUKSI INDUK JANTAN YY IKAN NILA

(Oreochromis niloticus)

Oleh :

Sofi Hanif, T. Yuniati, dan Didi Junaedi

Abstract

Penerapan teknologi Nila Jantan YY ditujukan untuk menyediakan induk nila yang dapat memproduksi benih tunggal kelamin janan secara genetis menjadi alternatif yang penting untuk mengantikan teknologi pengarahan kelamin menggunakan hormon.

Teknologi Induk Jantan YY di adopsi untuk membuat teknik produksi induk yang dapat menghasilkan benih tunggal kelamin jantan. Metodologinya memerlukan enam rangkaian proses kegiatan yang bertahap mulai dari tahap feminisasi pertama, verifikasi hasil feminisasi (Progeny Test I) dan feminisasi tahap kedua, verifikasi jantan berkromosom YY (Progeny test II) dan verifikasi betina berkromosom YY (Progeny Test III). Dua tahap terakhir adalah perbanyakan dan produksi massal induk jantan YY. Tahap Feminisasi pertama, dilakukan oleh Prof. Komar Sumatadinata dan Dr. Ratu Siti Aliah, menghasilkan induk ikan nila betina yang diduga memiliki kromosom XY yang kemudian dipelihara di BBPBAT Sukabumi sebagai implementasi kerjasama antara Dirjen Perikanan Budidaya dengan BPPT.




Verifikasi betina XY dilakukan dengan mengawinkan induk betina hasil feminisasi dengan jantan normal dan anakannya akan menetukan induk tersebut XY atau XX, tergantung nisbah kelamin (sex ratio) jantan yang dihasilkan dari identifikasi kelamin secara visual setelah berukuran dewasa. Turunan betina XY sebagian di-feminisasi kembali dan sebagian tidak di-feminisasi. Verifikasi kedua dilakukan terhadap anakan jantan turunan induk betina XY dan menghasilkan induk jantan YY. Verifikasi tahap ketiga dilakukan terhadap turunan betina XY yang di-feminisasi dan menghasilkan betina YY.

Perbanyakan dilakukan dengan memijahkan induk jantan YY dengan induk betina YY yang tidak sekerabat. Anakan hasil perbanyakan sebagian difeminisasi untuk menghasilkan induk betina YY. Induk hasil perbanyakan terdiri dari betina YY ukuran rataan 96 sampai 130 gram per ekor dan YY jantan ukuran 12-130 gram. Pada bulan Juni 2006 telah dilakukan uji produksi masal Jantan YY dengan mengawinkan Betina YY dengan Jantan YY yang tidak satu keturunan. Anakannya masih berupa benih ukuran rataan 2-3 cm.

1. PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Penggunaan benih ikan nila jantan dalam proses pembesaran merupakan pilihan pembudidaya dalam rangka peningkatan produksi melalui sistem pembesaran tunggal kelamin jantan, karena secara genetis ikan nila jantan tumbuh lebih cepat dari pada ikan betina (Contreras-Sanchez et al. 2001). Sistem pembesaran tunggal kelamin jantan lebih menguntungkan secara ekonomis, karena selain mempercepat masa pemeliharaan, juga dapat menghasilkan ukuran ikan yang besar dan seragam. Hal ini karena selama masa pemeliharaan dapat mencegah terjadinya pemijahan liar.

Benih jantan nila pada umumnya dapat diproduksi secara komersial dengan teknik pengarahan kelamin (sex reversal) menggunakan hormon Methyl Testosteron (Green et al., 1997; Abucay and Mair, 1997; Gale et al., 1999). Jenis hormon pada umumnya menggunakan hormon 17 α Methyl Testosteron (MT). Teknik secara oral banyak dipraktekan lebih luas dan komersial karena lebih praktis, mudah dilakukan dan secara signifikan dapat menghasilkan benih 100% jantan (Popma and Green, 1991).

Walaupun penggunaan hormon dalam produksi benih nila telah digunakan secara komersial, namun demikian ada kekhawatiran tentang dampak negatif terhadap hormone yang mempengaruhi keamanan pangan dan kelestarian lingkungan. Pada saat ini umumnya konsumen ikan menghendaki agar ikan yang dikonsumsinya diperoleh dari hasil produksi yang terbebas dari bahan-bahan yang berbahaya. Sehingga apabila usaha budidaya ikan dalam proses produksinya menggunakan bahan hormon (hormone base aquaculture) maka produk budidaya tersebut akan sangat rawan terhadap propaganda negatif pasar. Disamping itu berdasarkan penelitian, telah ada bukti bahwa penggunaan hormon dapat mengakibatkan hasil yang paradoxial menjadi betina, terutama bila pemakaian dosis yang berlebihan atau waktu pemberian yang terlalu lama (Rinchard et al., 1999 dan Papoulias et al., 2000).

Nila Jantan Supermale adalah istilah yang diberikan kepada induk nila jantan yang memiliki kromosom homogamet YY. Sistem kromosom ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah homogamet XX untuk betina dan heterogamet XY untuk jantan (Mair et al. 1991; Trombka and Avtalion 1993). Beberapa peneliti memprakarsai untuk membuat kreasi unik membuat individu jantan yang homogamet YY. Kreasi ini mengacu kepada hipotesis bahwa individu betina yang berkromosom XX disilangkan dengan individu jantan yang berkromosom YY akan menghasilkan keturunan yang mempunyai kromosom XY. Diantaranya Yang et al. 1980; Varadaraj and Pandian 1989 melakukan uji coba pada ikan Mujaer (O. mossambicus), sedangkan Mair 1988; Baroiller and Jalabert 1989; Scott et al. 1989 melakukan uji coba pada Ikan Nila (O. niloticus). Mair et al. (1997) merekomendasikan untuk menerapkan teknologi YY supermale dalam usaha budidaya ikan nila secara komersial.

Benih keturunan jantan YY dapat disebut sebagai benih nila jantan genetic = NJG (Genetic Male Tilapia = “GMT”) berbeda dari benih jantan hasil sex reversal ( Sex-reversed Male Tilapia=SMT). Menurut Mair et al. (1997), hasil evaluasi secara menyeluruh dalam suatu uji coba sekala lapang pada lahan usaha budidaya menunjukan bahwa benih GMT telah lebih menguntungkan secara significan meningkatkan produksi lebih dari 58% dibandingkan usaha budidaya ynag menggunakan benih nila campuran. Produksi benih nila GMT juga secara konsinten lebih tinggi dari pada produksi benih nila hasil sex reversal, karena keistimewaan lain dari nila GMT ini adalah ukuran panen yang lebih seragam, sintasan yang tinggi, dan FCR paling baik (Mair et al., 1997). Keunggulan comparatif penting pada penerapan teknologi YY-supermale dalam system produksi benih monosex jantan adalah merupakan technology yang berbasis ramah lingkungan environmentally friendly tilapia monosex production (Mair et al., 1997).

Penerapan teknologi YY-supermale di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar merupakan implementasi kerja sama antara Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Institut Pertanian Bogor dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Pelaksanaan penerapan teknologi di BBPBAT dimulai sejak penyerahan populasi ikan betina hasil feminisasi dari oleh Prof. Komar Sumantadinata dan Dr Ratu Siti Aliah sebagai bahan untuk menghasilkan populasi induk betina XY. Selanjutnya di BBPBAT mulai dilakukan Progeny test I pada tahun 2002 untuk memverifikasi Induk Betina berkromosom XY dan sekaligus membuat populasi betina dan jantan yang mengandung individu berkromosom YY.

1.
1. Tujuan

Penerapan teknologi YY-Supermale untuk menghasil teknik produksi induk nila yang yang bermutu yang dapat memproduksi benih tunggal kelamin jantan

1. BAHAN DAN METODA

1.
1. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari: Induk nila betina hasil feminisasi I, pakan induk, pakan benih, pakan larva, hormone 17 β Estradiol, Alkohol, aceto-carmine. Sedangkan alat-alat yang digunakan terdiri dari hapa dan waring ukuran (2×1x1) m3; ukuran (2×2x1) m3; ukuran (4×2x1) m3; dan ukuran (5×4x1) m3, akuarium, Aerator Hi-Blow, Water heater, tagging, mikroskop, disecting set, dan timbangan, dan alat-alat perikanan.

1.
1. Metoda

Metodologi yang digunakan mencakup feminisasi, progeny test, dan pemijahan, dan gonad-squash. Progeny test atau uji keturunan adalah teknik verifikasi berdasarkan keturunan hasil pemijahan ikan uji. Progeny test I bertujuan untuk memverifikasi induk betina XY hasil feminiasi. Progeny test II bertujuan utnuk memverifikasi induk jantan YY hasil turunan dari betina XY. Progeny test III bertujuan untuk memverifikasi induk betina YY turunan betina XY yang difeminisasi. Pada prosedur progeny test, individu induk diidentifikasi berdasarkan nisbah kelamin turunannya. Progeny test I menghasilkan induk betina XY, progeny test II induk jantan YY dan progeny test III menghasilkan induk betina YY.

Progeny test I dilakukan dengan mengawinkan satu persatu induk betina hasil feminisasi dengan jantan normal, kemudian keturunannya dipelihara sampai dewasa kelamin. Berdasarkan identifikasi kelamin secara visual, maka nisbah kelamin ditentukan pada masing-masing populasi. Bila jumlah jantan 75% maka induk populasi anakan tersebut merupakan individu betina XY. Pada saat proses progeny test I, anakan setiap individu induk yang dipijahkan dibagi menjadi dua sub populasi. Satu sub populasi di-feminisasi untuk membuat populasi betina YY, sedangkan satu sub populasi lagi dipelihara secara normal untuk verifikasi dan bahan populasi induk jantan YY .

Progeny test II dilakukan dengan mengawinkan satu persatu individu induk jantan turunan induk betina XY dengan betina normal. Anakannya dipelihara sampai usia dua sampai tiga bulan atau kira-kira ukuran 12 cm untuk diperiksa kelaminnya dengan cara menngidentifikasi gonadnya menggunakan mikroskop dan pewarnaan aceto-carmine atau Gonad squash (Guerrero. 1974). Verifikasi induk jantan YY ditentukan oleh hasil identifikasi gonad keturunannya, yakni bila turunannya terdiri dari 90% jantan maka induk jantan tersebut dikaragorikan sebagai induk jantan YY. Progeny test III dilakukan hanya pada keturunan induk induk betina hasil feminisasi turunan betina XY yang sudaranya sudah dikategorikan sebagai induk jantan YY, caranya dengan mengawinkan secara masal dengan induk jantan normal, kemudian turunan dari masing-masing induk betina dipelihara secara terpisah, terakhir dibesarkan selama dua sampai tiga bulan sampai ukuran benih mencapai 12 cm untuk diperiksa kelaminnya dengan cara mengidentifikasi gonadnya sebagaimana pada progeny test II. Apabila hasil identifikasi gonad, jumlah jantan lebih dari 90% maka induk betina tersebut digolongkan sebagai individu betina YY.

Tata cara progeny test mencakup:

* Proses Pematangan Gonad dan Pemijahan
1. Proses Pendederan
2. Proses Pemeriksaan gonad

Dua minggu sebelum pemijahan dilakukan pematangan gonad terlebih dahulu terhadap induk betina dan jantan pada bak yang terpisah. Pematangan induk jantan dilaksanakan di dalam bak bulat berdiameter 3 m dengan kedalaman air sekitar 0,75 – 1,0 m dan induk betina di bak persegi empat ukuran 0,5 x 3,0 m2. Perkawinan dilaksanakan secara berpasangan dilakukan dalam bak tembok ukuran 1 x 2 m2 dalam ruangan tertutup. Selama proses pematangan diberi pakan sebanyak 3% per hari berupa pellet, dengan frekuensi pemberian 2 – 3 kali per hari.

Pada saat akan dilakukan pemijahan, induk betina yang telah diseleksi dan diperkirakan telah matang gonad dimasukkan kedalam bak pemijahan, sebanyak 3 ekor per bak, seminggu kemudian satu ekor induk jantan dan diamati apakah menyerang dan melukai induk-induk betina atau tidak, bila menyerang maka induk jantan tersebut diangkat kembali untuk dikembalikan ke bak pematangan kemudian digantikan dengan jantan yang lain. Bila tidak ada lagi penyerangan maka pasangan induk tersebut dibiarkan untuk melakukan proses pememijahan secara alami. Selama proses pemijahan dilakukan pengontrolan setiap hari sekali bersamaan dengan pemberian pakan tiga kali per hari. Induk betina yang memijah memperlihatkan tanda-tanda yang khas yang bisa diamati. Ikan nila termasuk ikan yang mengerami telur dan mengasuh anak-anaknya dalam mulut. Induk betina yang telah memijah di dalam mulutnya terdapat telur sehingga keadaannya selalu mengatup, dan bagian bawah mulutnya membesar. Disamping itu warna tubuh induk betina yang sedang mengerami telur mudah dibedakan dengan yang lainya, bisanya warna tubuhnya memudar, dan garis-garis strip vertikal sepanjang tubuh berwarna hitam sangat konras dengan warna-dasar tubuhnya yang pucat keabu-abuan. Proses pengeraman telur sekitar 3 – 5 hari sampai menjadi larva bisa berenang aktif.

Proses pemanenan larva dilakukan sebelum masing-masing induk betina melepaskan larva dari proses pengeramannya, pada hari ketiga atau keempat. Dari tiga ekor cukup diambil satu induk betina yang memijah, kemudian larvanya dikeluarkan dari dalam mulut untuk selanjutnya dipelihara sementara di dalam aquarium sampai bisa berenang secara aktif (swiming up fry). Masing-masing induk jantan yang telah memijah dan menghasilkan larva lebih dari 100 ekor diberi tanda dengan memberi Tagging (Gambar 3) kemudian dimasukkan kedalam bak pemeliharaan yang terkontrol berupa bak tembok bulat berdiameter 3 m dan tinggi air 0,75 – 1,0 m (Gambar 2). Sedangkan larva yang telah dapat berenang aktif dimasukkan ke dalam hapa ukuran 2 x 2 m2 yang dipasang di kolam untuk proses pendederan sampai berukuran 8 - 12 cm guna pemeriksaan gonad (Gambar 1).

Berbeda dengan pemijahan pada progeny test II, pada progeny test III pemijahan dilakukan secara masal dengan perbandingan induk 1 jantan : 3 betina. Sebagaimana halnya pada progeny test II, sebelum pemijahan atau perkawinan dimulai dua minggu sebelumnya masing-masing induk dimatangan-gonadkan terlebih dahulu secara terpisah dari induk betina dan jantan di dalam bak. Pematangan induk betina dilakukan di dalam bak persegi empat berdimensi 1 x 5 x 1,5 m3 dengan kedalaman air sekitar 1,0 – 1,3 m dengan salah satu dinding berupa kaca. Sedangkan pematangan induk jantan di dalam hapa di kolam. Perkawinan dilaksanakan secara massal dilakukan dalam bak tempat pematangan induk betina. Selama proses pematangan diberi pakan sebanyak 3% per hari berupa pellet, dengan frekuensi pemberian 2 – 3 kali per hari.

Pada saat akan dilakukan pemijahan, induk jantan yang telah diseleksi dan diperkirakan telah matang gonad dimasukkan kedalam bak pemijahan, sebanyak 3 ekor per bak dan dibiarkan untuk melakukan proses pemijahan secara alami. Selama proses pemijahan dilakukan pengontrolan setiap hari sekali bersamaan dengan pemberian pakan tiga kali per hari. Induk betina yang memijah memperlihatkan tanda-tanda yang khas yang bisa diamati. Ikan nila termasuk ikan yang mengerami telur dan mengasuh anak-anaknya dalam mulut. Induk betina yang telah memijah di dalam mulutnya terdapat telur sehingga keadaannya mudah dikenali. Disamping itu dari warna tubuh induk betina yang sedang mengerami telur mudah dibedakan dengan yang lainya, bisanya warna tubuhnya memudar, dan garis-garis strip vertikal sepanjang tubuh berwarna hitam sangat konras dengan warna-dasar tubuhnya yang pucat keabu-abuan, hal ini hanya dapat diamati bila media airnya jernih. Proses pengeraman telur sekitar 3 – 5 hari sampai menjadi larva bisa berenang aktif.

Proses pemanenan larva dilakukan sebelum masing-masing induk betina melepaskan larva dari proses pengeramannya, pada hari ketiga atau keempat. Dari induk betina yang memijah, kemudian larvanya dikeluarkan dari dalam mulut untuk selanjutnya dipelihara sementara di dalam aquarium sampai bisa berenang secara aktif (swiming up fry). Sedangkan induk betina yang telah memijah dan menghasilkan larva lebih dari 100 ekor diberi tagging (Gambar 3 dan 4) kemudian dimasukkan kedalam bak pemeliharaan yang terkontrol berupa bak persegi berdimensi sama dengan bak pemijahan. Sedangkan larva yang telah dapat berenang aktif dimasukkan ke dalam hapa ukuran 2 x 2 m2 yang dipasang di kolam untuk proses pendederan sampai berukuran 8 - 12 cm guna pemeriksaan gonad (Gambar 1).

Feminisasi tahap II

Feminisasi tahap II pada proses progeny test I ditujukan untuk membuat populasi betina YY. Larva berukuran 0,9 – 13 mm berasal dari hasil pemijahan masing-masing induk betina hasil feminisasi pertama secara individual. Hormone 17 β Estradiol sebanyak 100 mg pakan dilarutkan dengan 10 ml alkohol 90%, lalu diencerkan dengan 300 ml alkohol 70%. Setelah diaduk rata selanjutnya dicampurkan kepada 1,0 kg pellet tepung menggunakan sprayer sambil diaduk-aduk supaya tercampur merata. Pakan yang telah bercampur larutan hormon diangin-anginkan hingga bau alkohol tidak menyengat, sebelum dimasukan kedalam kantong plastik berwarna gelap. Pakan berhormon dalam plastik disimpan dalam lemari pendingin untuk jangka waktu paling lama satu bulan. Selanjutnya pakan berhormon diberikan kepada larva yang dipelihara dalam aquarium selama 30 hari dengan kepadatan 100 ekor larva per aquarium. Jumlah pakan yang diberikan sebanyak 50% bobot biomasa dengan frekuensi pemberian 5 kali per hari. Benih hasil pemeliharan didalam akuarium selanjutnya dibesarkan di dalam hapa dan bak tembok sampai ukuran matang kelamin.

1.
1. Pemasangan Tagging

Penandaan ikan yang telah dipijahkan dilakukan dengan pemasangan Visual Tag (Gambar 3) dengan cara ditempelkan pada bagian belakang sirip punggung menggunakan tali nylon yang ditusukkan kedalam otot 3 sisik ke arah bawah. Sedangkan induk ikan yang telah teridentifikasi sebagai individu YY ditandai dengan Microchip Implant Tag (Gambar 4) yang ditanam kedalam otot ikan pada sisik ketiga di bawah sirip punggung bagian depan.

1. Perbanyakan induk YY

Perbanyakan induk YY ditujukan untuk melipatgandakan populasi induk jantan YY dan induk betina YY. Cara yang dilakukan adalah dengan mengawinkan induk jantan YY dengan induk betina YY hasil verifikasi. Agar tidak terjadi kawin sekerabat, maka induk jantan YY berbeda kerabat dengan induk betina YY.

Proses perbanyakan meliputi pematangan induk YY, pemijahan, feminisasi, pendederan, dan pembesaran. Proses pematangan dan pemijahan dilakukan dalam bak tembok bulat (Gambar 2). Induk jantan YY dan betina YY yang dipergunakan berasal dari kerabat yang berbeda untuk menghindari pengaruh inbreeding. Panen pemijahan berlangsung selama 15 hari dengan cara pemungutan telur yang sedang dierami oleh betina. Penetasan dilakukan didalam media air yang suhunya dipertahankan pada 28oC dalam aquarium ukuran (40×30x30) cm3 selama 3-4 hari. Populasi larva yang telah menetas dibagi menjadi dua sub populasi. Satu sub populasi dipelihara terpisah dalam aquarium sistem resirkulasi dengan perlakuan feminisasi untuk memperbanyak induk betina YY. Sedangkan sub populasi lainnya dipelihara secara normal dalam akuarium ukuran yang sama tetapi bukan pada sistem resirkulasi. Pemeliharaan larva dalam akuarium sampai ukuran 3 – 5 cm, setelah itu dipindahkan kedalam hapa dan bak tembok untuk proses pendederan dan pembesaran sampai ukuran dewasa. Hasil pendederan ikan pada kedua sub populasi disortir berdasarkan ukuran dan dipelihara secara terpisah sampai ukuran dewasa > 100 gram.

1.
1. Uji produksi massal

Produksi masal ditujukan untuk menghasilkan calon induk jantan YY dalam jumlah besar untuk tujuan distribusi. Produksi masal membutuhkan induk betina YY dan jantan YY dalam jumlah banyak yang bukan satu keturunan. Proses produksi masal mliputi, pematangan induk, pemijahan, dan pendederan. Pematangan dilakukan di dalam hapa di kolam, pemijahan dilakukan di kolam tanah, pendederan I dilakukan di aquarium, pendederan II dan III dilakukan di hapa waring.

1.
1. Waktu dan tempat

Progeni test I dilakukan mulai bulan Desember 2002 sampai Agustus 2003, progeny test II dilakukan pada bulan September 2003 sampai Agustus 2004 dan Progeny Test III September 2004 sampai Agustus 2005. Perbanyakan mulai dilakukan sejak bulan Sepetember 2005 sampai Desember 2006. Dan uji coba produksi masal dilakukan pada bulan Juli sampai Desember 2006. Kegiatan Feminisasi tahap I dilaksanakan di IPB, sedangkan kegiatan Progeni test I sampai III, Feminisasi tahap II dan III, perbanyakan dan ujicoba produksi masal dilaksanakan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi.

1. HASIL DAN PEMBAHASAN

1.
1. Progeny Test I

Pada ulan Juni 2002 diterima calon induk ikan nila hasil feminisasi dari Prof. Komar Sumantadinata sebanyak 59 ekor, kemudian dipelihara di BBPBAT Sukabumi sampai ukuran induk. Pada awal bulan Desember ukurannya sudah menjadi induk tetapi jumlahnya berkurang menjadi 47 ekor.

Hasil pemijahan pada progeny test I hanya 41 ekor yang memijah dan menghasilkan keturunan. Anakan pada setiap individu induk yang dipijahkan dibagi menjadi dua sub populasi satu sub populasi sebanyak 100-600 ekor larva di-feminisasi untuk membuat populasi betina YY, sedangkan satu sub populasi lagi masing-masing sebanyak 87-800 ekor larva dipelihara secara normal didalam hapa sebagai bahan untuk membuat populasi jantan YY .

Hasil benih pembesaran pada progeny test I digunakan untuk verifikasi masing-masing induk betina hasil feminisasi pertama. Berdasarkan hasil identifikasi kelamin secara visual pada turunan hasil progeny test tersebut diperoleh nisbah kelamin. Nisbah kelamin jantan yang mencapai atau mendekati 70% hanya diperoleh pada turunan 5 ekor induk dari total induk yang diprogeny sebanyak 41 ekor.

Proses progeny test I ini membutuhkan waktu yang lama, karen harus memelihara dari ukuran larva sampai ukuran matang kelamin, yaitu ukuran > 50 gram per ekor. Ikan jantan turunan 5 induk XY tersebut selanjutnya dipelihara sampai matang gonad dan disiapkan untuk diverifikasi pada tahap progeny test II untuk mengidentifikasi jnatan YY.

1.
1. Progeny test II

Pada proses pemijahan progeny test II jumlah induk jantan yang diduga mengandung individu Jantan YY sebanyak 52 ekor yang meliputi 39 ekor dari populasi induk dengan kode 2.14; dan 4 ekor dari populasi induk dengan kode 2.13; serta 14 ekor populasi dengan kode 2.6. Jumlah populasi larva yang telah dihasilkan dari masing-masing populasi induk 2.14 sebesar 35.889 ekor dengan rataan hasil larva sekitar 816 ekor per individu induk jantan, dari populasi 2.13 sebesar 838 ekor dengan rataan sebesar 210 ekor per individu induk jantan, dan dari populasi 2.6 sebesar 12.108 ekor dengan rataan 865 ekor per individu induk jantan.

Adapun jumlah induk betina yang digunakan berasal dari satu populasi induk betina normal yang terdiri dari 160 ekor. Namun demikian jumlah induk betina yang mati pada waktu pemijahan mencapai lebih dari 50% ekor.

Pada proses pendederan ini telah dihasilkan dua populasi benih keturunan dari individu masing-masing populasi yang dipelihara didalam hapa di kolam. Populasi benih pertama yang telah dipanen untuk diperiksa gonadnya sebanyak 10.276 ekor dari penebaran larva sebanyak 24.949

Populasi benih pertama ini sebagian besar berasal dari turunan 38 ekor individu jantan populasi induk dengan kode 2.14; dari turunan 14 ekor individu jantan populasi induk dengan kode 2.6; dan dari turunan 4 ekor individu jantan dari populasi induk dengan kode 2.13. Sisanya berupa ppuasi benih kedua masih dalam proses pemeliharaan didalam hapa menunggu proses pemeriksaan gonad yang diperkirakan sebanyak 5000 ekor dari penebaran larva sebanyak 12000 ekor. Populasi benih kedua masing-masing berasal dari turunan 13 ekor individu jantan dari populasi induk dengan kode 2.14 dan dari turunan 2 ekor individu jantan dari populasi induk dengan kode 2.6.

1.
1. Progeny test III

Pada proses pemijahan progeny test III jumlah induk betina yang diduga mengandung individu YY sebanyak dua populasi, yaitu dari populasi 2.6 dan populasi 2.13. Masing-masing terdiri dari 12 ekor dan 13 ekor yang di progeny test.

Jumlah larva yang telah dihasilkan dari masing-masing populasi populasi 2.6 sebesar 8.359 ekor dengan rataan hasil larva sekitar 816 ekor per individu induk jantan, dari populasi 2.13 sebesar 17.237 ekor.

Pada proses pendederan untuk progeny test III dihasilkan dua populasi benih yang dipelihara didalam hapa di kolam. Populasi benih pertama yang telah dipanen untuk diperiksa gonadnya sebanyak 2.876 ekor dari penebaran larva sebanyak 6.208

Populasi benih pertama ini hanya berasal dari turunan 9 ekor individu betina populasi 2.6. Sisanya berupa 16 populasi benih kedua, masih dalam proses pemeliharaan didalam hapa menunggu proses pemeriksaan gonad yang diperkirakan sebanyak 9000 ekor dari penebaran larva sebanyak 19.388 ekor. Populasi benih kedua masing-masing berasal dari turunan 3 ekor individu betina dari populasi induk dengan kode 2.6 dan dari turunan 14 ekor individu betina dari populasi induk dengan kode 2.13.

1.
1. Pemeriksaan gonad progeny test II

Berdasarkan hasil pemeriksaan gonad terhadap benih keturunan populasi benih keturunan 52 individu jantan dari kelompok populasi 2.14; 2.13; dan 2.6, pada progeny test II telah menghasilkan 14 individu jantan YY yang masing-masing terdiri dari 12 ekor berasal dari populasi induk jantan 2.14 dan 2 ekor berasal dari dari populasi induk jantan 2.6.

Pemeriksaan gonad menghasilkan data berupa nisbah kelamin jantan dan betina. Nisbah kelamin turunan Jantan YY berkisar antara 90 – 100% atau dengan rataan sebesar 97,09% ± 3,58. Sedangkan nisbah kelamin jantan normal yang berkromosom XY berkisar antara 40 – 88% dengan rataan 66,08 ± 15,38. Walaupun secara genetis benih keturunan jantan YY terdiri dari 100% jantan, tetapi karena terjadi pembiasan genetik, maka menurut Sumantadinata 2004 (kompri), benih turunan induk jantan YY mempunyai proporsi jantan antara 90 – 100%.

Nisbah kelamin yang bias dari 100% jantan sebagaimana yang diperkirakan oleh hipotesa, dan hanya menghasilkan monosek jantan 97,09% ± 3,58. Penomena yang sama juga juga sesuai dengan hasil penelitian Mair et al. (1991a) yang mendapatkan hanya satu betina dalam turunan salah satu dari empat jantan YY yang diuji progeny. Tetapi Scott et al. (1989), tidak medapatkan betina samasekali dari 285 ekor turunan dari satu ekor individu jantan YY yang disilangkan dengan 10 ekor betina. Hal yang sama juga diperoleh Varadaraj and Pandian (1989) dalam hasil penelitiannya yang tidak menemukan individu betina diantara keturunan betina ‘YY’ females ikan Mujaer O. mossambicus. Pengamatan dalam uji progeny populasi jantan dengan jumlah indidu yang banyak dapat menghasilkan keturunan jantan hasil progeny test lebih dari 95% (Mair et al. 1997). Sebenarnya tidak ada kecendrungan yang jelas dalam kejadian penyimpangan sex ratios yang ditunjukkan oleh adanya segregasi atau pemisahan dari satu autosomal sex yang memodifikasi locus, ini sebagai sebuah dalil saja untuk ikan nila (Hussain et al. 1994) dan Mair et al. 1991b telah membuktikan pada jenis O. aureus.

1.
1. Pemeriksaan Gonad pada progeny test III

Berdasarkan hasil pemeriksaan gonad terhadap benih keturunan populasi benih keturunan 8 individu betina dari kelompok populasi 2.6, pada progeny test III baru menghasilkan 1 ekor individu betina YY dan 2 ekor individu betina XY yang semuanya berasal dari populasi induk betina 2.6.

Pemeriksaan gonad menghasilkan data berupa nisbah kelamin jantan dan betina. Nisbah kelamin turunan betina YY sebesar 98%. Sedangkan nisbah kelamin betina yang berkromosom XY sebesar 71% dan 87%. Seperti halnya pada hasil turunan jantan YY, pembiasan nisbah kelamin dari 100% jantan sebagaimana hipotesa disebabkan karena oleh adanya segregasi atau pemisahan dari satu autosomal sex yang memodifikasi locus sebagaimana halnya telah dialami oleh penelitian sebelumnya.

Individu XY yang diperoleh dapat digunakan untuk menghasilkan kembali individu YY dengan cara disilangkan kembali dengan Jantan YY yang telah dihasilkan. Berdasarkan hypotesa hasil persilangan tersebut akan menghasilkan 100% benih jantan yang terdiri dari 25% jantan yang berkromosom XY dan 75% jantan berkromosom YY. Melalui satu tahap progeny test akan diperoleh individu jantan YY.

1.
1. Perbanyakan induk YY

Keterbatasan jumlah individu YY yang dihasilkan baik induk jantan maupun betina mememrlukan tahap perbanyakan sebelum melakukan produksi massal. Perbanyakan telah dilakukan dengan memijahkan induk jantan hasil progeny test II dengan induk betina YY hasil progeny test III. Sejak bulan Oktober 2005 sampai Mei 2006 telah dilakukan 6 kali pemijahan. Hasil pemijahan I dan II telah dihasilkan induk jantan YY sebanyak 490 dan 768 ekor, masing-masing berukuran antara 150 – 200 gram, dan induk betina YY sebanyak 17 dan 110 ekor, masing-masing berukuran 100 – 150 gram. Pada jantan YY hasil perbanyakan ditemukan individu pseudomale, yaitu individu betina yang alat kelaminnya jantan, masing-masing sebesar 24,36 % dan 28,57%. Penyimpangan ini mungkin disebabkan karena adanya pengaruh lingkungan pada saat pemeliharaan larva. Kisaran suhu air media pemeliharaan larva yang lebih rendah dari normal, berkisar antara 22 – 23oC, yang mempengaruhi differensiasi sex larva, sehingga terjadi pengarahan kelamin menjadi betina. Temperatur air media pemeliharaan akan mempengaruhi proses biokimia, seperti aktivitas aromatase dan sistesis estradiol (Crews dan Bergeson, 1994; dan Crews 1996). Sekresi estradiol pada ikan mas dapat mencapai 20 kali lipat pada kisaran temperatur rendah (Maning dan Kime 1984). Pada ikan nila peningkatan temperatur dapat menurunkan kandungan estradiol (Kitano et al. 1999).

Perbanyakan selanjutnya tahap III sampai VI telah menghasilkan benih ukuran 12 + 1,8 cm sebanyak 700 ekor, ukuran 3,0 + 0,8 cm sebanyak 2000 ekor, dan ukuran 4,0 + 100 ekor, yang masing-masing dipelihara di dalam bak dan hapa.

1.
1. Uji produksi masal

Induk jantan YY dan induk betina YY yang berbeda generasi dipijahkan secara alami dengan perbandingan 70 ekor jantan dan 90 ekor betina. Pemijahan baru dilaksanakan satu kali dan telah menghasilkan benih berukuran 2-3 cm. Benih tersebut saat ini dipelihara dalam unit resirkulasi dan suhu air dipertahankan pada level 26oC. Benih yang dihasilkan berasal dari hasil penetasan telur yang dipanen dari induk betina yang sedang mengeram. Jumlah induk yang memijah mencapai 32% dari total populasi betina yang dipijahkan.

KESIMPULAN DAN SARAN

1.
1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan menunjukan bahwa:

* Progeny test I untuk verifikasi terhadap populasi betina hasil feminisasi hanya menghasilkan lima ekor induk betina XY.
* Progeny test II untuk verifikasi jantan YY baru dilakukan terhadap 52 ekor individu jantan dari dua kelompok populasi jantan turunan betina XY dan menghasilkan 17 induk jantan YY.
* Progeny test III untuk verifikasi betina YY telah dilakukan terhadap 25 ekor individu induk betina dari dua kelompok populasi betina hasil feminisasi tahap dua turunan betina XY dan menghasilkan 3 ekor induk betina YY.
* Verifikasi induk YY berdasarkan hasil sex ratio anakan yang masing-masing sebesar 97,09 + 3,58% jantan turunan jantan YY dan 98 % jantan untuk turunan betina YY.melalui pemeriksaan jaringan gonad.
* Perbanyakan induk YY telah dilaksanakan dengan 6 kali pemijahan dan telah menghasilkan 1158 ekor jantan YY dan 127 ekor betina YY. Disamping itu ada Pseudomale sebanyak 24,36 % dan 28,57%.
* Uji coba produksi masal baru dilakukan pada 70 ekor jantan YY dan 90 ekor betina YY hasil perbanyakan dan turunannya masih berupa benih jantan YY ukuran 2-3 cm.

1.
1. Saran-saran

* Perlu dilakukan uji coba produksi benih GMT turunan induk jantan YY hasil perbanyakan yang dipasangkan dengan induk betina dari berbagai strain untuk mengetahui efektivitas Induk Jantan YY
* Produksi jantan YY dapat didistribusikan sebagai induk pada saat ukuran benih.
* Sebagai pasangan induk jantan YY perlu dibuat metoda untuk memproduksi benih monosek betina.

1. DAFTAR PUSTAKA

* Abucay, J. S. and Mair, G. C.. In press. Methods of identifying males with YY genotype in Oreochromis niloticus L. In: Proceedings of the Second AADCP International Workshop on Genetics in Aquaculture and Fisheries Management, Phuket, Thailand, Nov. 7-11, 1994.

* Alvendia-Casauay, A. and Carino, V. S. 1988. Gonadal sex differentiation in Oreochromisniloticus. In: ICLARM Conference Proceedings, 15: The Second International Symposium on Tilapia in Aquaculture. Edited by R. S. V. Pullin, T. Bhukaswan , K.Tonguthai, and J. L. Maclean. Department of Fisheries, Thailand and International Center for Living Aquatic Resources Management, Bangkok, Thailand and Manila, Philippines. pp. 121-124.

*
Baroiller, J-F., and Jalabert, B. 1989. Contribution of research in reproductive physiology to the culture of tilapias. Aquat. Living Resour. 2: 105-116.

Crews, D. 1996. Temperature-dependent sex determination: the interplay of steroid hormones and temperature. Zool. Sci. 13: 1 – 13.

*
Crews, D. and J.M. Bergeron. 1994. Role of reductase and aromatase in sex determination in the red-eared slider (Trachemys scripta), a turtle with temperature-dependent sex determination. J. Endocrinol. 143: 279–289.

* Feist, G., C.G. Yeoh, M.S. Fitzpatrick and C.B. Schreck. 1995. The production of functional sex-reversed male rainbow trout with 17α-μετηψλτεστοστερονε ανδ 11b-hydroXYandrostenedione. Aquaculture 131:145–152.

* Fitzpatrick, M.S. and C. Schreck. 1999. Masculinization of tilapia by immersion in trenbolone acetate, pp. 10–13. In Pond Dynamics/Aquaculture Collaborative Research Support Program Ninth Work Plan. Pond Dynamics/Aquaculture CRSP, Oregon State University, Corvallis, Oregon.

* Gale, W.L., M.S. Fitzpatrick, M. Lucero, W.M. Contreras-Sánchez and C.B. Schreck. 1999. Masculinization of Nile tilapia (Oreochromis niloticus) by immersion in androgens. Aquaculture 178: 349–357.

* Guerrero III, R. D. and Shelton, W. L. 1974. An aceto-carmine squash method of sexing juvenile fishes. Prog. Fish Cult. 36: 56.

* Hussain, M. G., McAndrew, B. J., Penman, D. J. and Sodsuk, P. 1994. Estimate genecentromere recombination frequencies in gynogenetic diploids of Oreochromis niloticus (L.) using allozymes, skin colour and a putative sex-determination locus (SDL-2). In: Genetics and Evolution of Aquatic Organisms. Edited by A. R. Beaumont. Chapman and Hall, London, UK. pp. 502-508.

* Kitano, T., Takamune, K., Kobayashi, T., Nagahama, Y., Abe, S.-I., 1999. Suppression of P450 aromatase gene expression in sex-reversed males produced by rearing genetically female larvae at a high water temperature during a period of sex differentiation in the Japanese flounder (Paralichthys olivaceus). J. Mol. Endocr. 23, 167-176.

* Mair, G.C., Abucay, J.S., Skibinski, D.O.F., Abella, T.A., Beardmore, J.A. 1997 Genetic manipulation of sex ratio for the large scale production of all-male tilapia Oreochromis niloticus L. Canadian Journal of Fisheries and Aquatic Sciences, 54(2): 396-404.

* Mair, G. C., Abucay, J. S., Beardmore, J. A., and Skibinski, D. O. F. 1995. Growth

* performance trials of genetically male tilapia (GMT) derived from ‘YY’ males in Oreochromis niloticus L.: On-station comparisons with mixed sex and sex reversed male populations. Aquaculture 137: 313-322.

* Mair, G. C., Scott, A., Penman, D. J., Beardmore, J. A., and Skibinski, D. O .F. 1991. Sex determination in the genus Oreochromis I: Sex reversal, gynogenesis, and triploidy in O. niloticus L. Theor. Appl. Genet. 82: 144-152.

* Mair, G. C., Scott, A., Penman, D. J., Skibinski, D. O .F., and Beardmore, J. A.. 1991b. Sex determination in the genus Oreochromis II: Sex reversal, hybridisation, gynogenesis and triploidy in O. aureus Steindachner. Theor. Appl. Genet. 82: 153-160.

* Piferrer, F. and E.M. Donaldson. 1989. Gonad differentiation in coho salmon, Oncorhynchus kisutch, after a single treatment with androgen or estrogen at different stages during ontogenesis. Aquaculture 77: 251–262.

* Scott, A. G., Penman, D. J., Beardmore, J. A., and Skibinski, D .O .F. 1989. The ‘YY’supermale in Oreochromis niloticus (L.) and its potential in aquaculture. Aquaculture 78: 237-251.

* Trombka, D., and Avtalion, R.R. 1993. Sex determination in tilapia - a review. The Israeli Journal of Aquaculture-Bamidgeh 45: 26-37.

* Varadaraj, K., and Pandian, T. J. 1989. First report on production of supermale tilapia by integrating endocrine sex reversal with gynogenetic technique. Curr. Sci. 58: 434-441.

* Yang, Y., Zhang, Z., Lin, K., Wei, Y., Huang, E., Gao, A., Xu, Z., Ke, S., and Wei, J. 1980. Use of three line combination for production of genetic all-male tilapia mossambica. Acta Scientica Sinica. 7: 241-246.

Bahan pemaparan pada seminar Indoaqua 2006 di Jakarta, 3-6 Agustus 2006

Dari : Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi 2006

sumber : http://ikanmania.wordpress.com

Sabtu, 31 Maret 2012

Penyakit Akibat Lingkungan : Suhu tinggi atau suhu rendah

Suhu tinggi atau suhu rendah

Ikan merupakan binatang berdarah dingin (poikilothermal) sehingga metabolisms yang berlangsung di dalam tubuh tergantung pada suhu lingkungannya, termasuk kekebalan tubuh. Suhu rendah akan mengurangi imunitas atau kekebalan tubuh, sedangkan suhu tinggi dapat mempercepat terjadinya infeksi bakteri.


Pengaruh aklimatisasi atau adaptasi dapat ditoleransi oleh jenis ikan tertentu. Penurunan atau kenaikan suhu yang berlangsung secara perlahan mungkin tidak terlalu berbahaya bagi ikan. Namun, perubahan yang terlalu cepat atau drastis akan membahayakan ikan.

Suhu optimal bagi kehidupan ikan hias tropis antara 24-27° C, tergantung jenis ikan. Batas toleransi ke suhu tinggi bisa mencapai 35° C dan ke suhu rendah 18° C. Untuk koi dan ikan mas, suhu optimalnya lebih rendah, sekitar 20-22° C. Namun, saat ini ikan-ikan tersebut sudah mulai beradaptasi dengan suhu lebih tinggi, terutama maskoki.

Suhu terlalu rendah dapat menyebabkan ikan tidak aktif, sering berkumpul atau bergerombol dan tidak mau berenang, serta mudah terserang penyakit jamur atau penyakit parasit. Sementara suhu terlalu tinggi akan memudahkan ikan terserang infeksi bakteri.
Tindakan pcncegahan terhadap penyakit ini harus disesuaikan dengan kondisi suhu.

Kalau suhu rendah, sebagian kolam dapat ditutup dengan seng atau papan dan kedalaman air dikurangi. Pada akuarium yang ditempatkan di ruangan, pencegahannya dengan pemberian lampu atau heater (pemanas) agar menjadi pands. Sementara kalau kondisi suhu tinggi, kedalaman air kolam dapat ditambah.

sumber : Dart S.L, Iwan D. Penebar swadaya 2006

Senin, 16 Januari 2012

POTENSI PENGEMBANGAN BUDIDAYA UDANG ORGANIK DI KUTAI KARTANEGARA

Komoditas udang adalah merupakan primadona bagi produk perikanan budidaya, karena sangat disukai oleh konsumen baik dalam maupun luar negri, disamping itu harganyapun relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan produk perikanan budidaya lainya. Komoditas udang juga merupakan salah satu dari komoditas yang sedang dikembangkan pada saat ini untuk ditingkatkan produksinya salah satunya dengan melalui program revitalisasi tambak di pantura.
Seiring dengan kesadaran masyarakat akan kesehatan dan keamanan pangan khususnya konsumen luar negri, sehingga masalah mutu produk yang dihasilkan harus memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan. Maka para pembudidaya dituntut untuk menerapkan cara budidaya ikan yang baik (CBIB). Salah satu teknologi produksi budidaya udang yang dapat dilakukan oleh pembudidaya untuk menghasilkan produksi yang berkualitas tinggi dan memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan adalah budidaya udang organik. Budidaya udang organik adalah merupakan sistem pemeliharaan udang dengan menerapkan proses produksi yang menjamin produk yang dihasilkan bebas dari bahan anorganik dan bahan berbahaya lainya. Budidaya udang organik pada dasarnya hampir sama pemeliharaanya dengan dengan pola pemeliharaan tradisional, namun selama proses pemeliharaanya tidak menggunakan pakan dan obat serta sarana produksi lainya yang mengandung bahan anorganik dan residu lainya.
Sesuai dengan Petunjuk Teknis Budidaya Udang Organik yang dikeluarkan oleh Ditjen Perikanan Budidaya Tahun 2010, teknologi budidaya udang organik menggunakan luas petakan berkisar 1-4 ha / petak, padat penebaran 2-3 ekor/meter, luas caren 20-30% dari luas petakan dengan kedalaman caren 40% dari permukaan pelataran, pintu air 1 buah per Ha. Luas caren 20 – 30 % dari luas petakan dengan kedalaman caren 40% dari permukaan pelataran.
Permintaan udang organik dipasar dunia masih belum bisa dipenuhi, hal ini disebabkan karena produksi masih terbatas. Budidaya udang organik belum banyak diminati oleh para pembudidaya, karena produktivitasnya yang rendah (kurang dari 1 ton/Ha/MT) dan memerlukan lahan yang luas. Namun dengan pola budidaya organik, harga udang bisa mencapai 20 dollar AS /kg, sedangkan harga udang produksi budidaya anorganik maksimal 7 dollar SA /kg.
Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan salah satu sentra produksi perikanan budidaya tambak khususnya produksi udang windu di Kalimantan, Tahun 2010 produksi udang windu yang dihasilkan 1.851,9 Ton, sedangkan luas areal budidaya tambak yang dilaporkan seluas 30.474 Ha, tersebar dibeberapa kecamatan yaitu di Kecamatan Marangkayu 1.214 Ha, Kecamatan Muara Badak 14.021 Ha, Kecamatan Anggana 2.302 Ha, Kecamatan Samboja 912 Ha, dan kecamatan Muara Jawa 12.025 Ha. Produktivitas tambak yang ada kalau dilihat dari jumlah produksi dibagi dengan luas lahan di kabupaten Kutai Kartanegara berkisar 60,76 kg/ Ha, angka produktivitas tambak yang sangat kecil dan masih bisa ditingkatkan bila menerapkan budidaya udang yang baik dan benar. Karakteristik tambak yang ada di kabupaten Kutai Kartanegara pada umumnya sangat cocok untuk pengembangan budidaya udang organik, dimana petakan yang ada cukup luas ( 2 – 5 Ha / petak), padat penebaran yang rendah ± 1 ekor / meter, bentuk petakan tidak beraturan, pintu air 1 buah per petak, kedalaman caren kurang terawat, pemasukan dan pengeluaran air mengandalkan pasang surut dan hampir semua pembudidaya menerapkan teknologi tradisional serta kondisi lingkungan perairan yang masih relatif baik dan jauh dari sumber pencemaran.
Dengan memperhatikan kondisi luas lahan, serta karakteristik tambak dan pembudidaya yang ada di kabupaten Kutai Kartanegara, maka hal ini merupakan potensi yang dapat dijadikan modal dalam pengembangan budidaya udang organik.
Jika potensi ini disentuh dengan penyadaran dan pemberian wawasan yang lebih luas tentang budidaya udang organik kepada pembudidaya, baik dari segi teknis maupun non teknis serta keuntungan yang akan didapat, maka peluang untuk mengisi pasar ekspor udang organik akan mampu diwujudkan, sebagai gambaran dengan luas lahan tambak yang ada di kabupaten Kutai Kartanegara 30.474 Ha, kemudian sebagai gambaran dengan menggunakan acuan teknis dari juknis yang ada, maka dengan hanya penebaran 20.000 ekor/Ha (padat tebar 2 ekor / meter), dengan asumsi produksi udang SR 50 %, size panen 30 ekor / kg maka bisa menghasilkan udang sebanyak ±10.000 Ton / siclus, dan kabupaten Kutai Kartanegara akan menjadi salah satu sentra produksi budidaya udang organik.

sumber : http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id

Selasa, 03 Januari 2012

Kunci Keberhasilan Budidaya Ikan Hias : Kondisi Larva

Kondisi Larva

Larva yang baru menetas sangat peka terhadap lingkungan seperti suhu, sinar matahari, dan kualitas air. Untuk itu, sebaiknya larva diperlakukan secara hati-hati, terutama saat mengganti air. Penggantian air ini dilakukan setelah larva mulai berenang. jumlah air yang diganti tidak lebih dari separo.

Terutama bila menggunakan obat antijamur saat penetasan, airnya harus secepat mungkin dihilangkan dengan cara setiap hari diganti. Obat antijamur seperti metil biru dalam kadar pekat yang berada dalam air kotor lebih dari seminggu akan bereaksi menjadi komponen kimia berbahaya bagi larva sehingga mempercepat naiknya amonia. Kualitas air ini harus terjaga, terutama suhunya antara 26-29° C yang umum untuk ikan-ikan tropis.


Pakan jangan terlambat diberikan ke larva. Larva yang kurang pakan akan mudah mati. Beberapa jenis ikan yang kanibal malahan dapat saling menggigit bila lapar sehingga cukup banyak larva yang mati. Masa kritis larva biasanya saat akhir metamorfosis atau saat tumbuhnya sirip.

Kolam untuk pemeliharaan larva yang memakai tanaman air biasanya terdapat banyak hama larva seperti kalajengking air dan larva capung. Hama ini senang hidup, tumbuh, dan berkembang di akar tanaman air. Kalau air selalu bersih, hama akan enggan berkembang. Untuk itu, air kolam perlu sesering mungkin diganti.

Penggantian air kolam memerlukan teknik tersendiri agar larva tidak ikut hanyut. Penggantian air dilakukan dengan membuka saluran pembuangan. Di mulut saluran sudah dilengkapi saringan halus.

Bila larva akan dipindahkan, sebaiknya dilakukan 2-3 hari setelah larva mulai berenang dan sudah mulai makan 1-2 hari. Larva yang sudah mulai makan biasanya mulai kuat. Memindahkannya saat pagi hari sebelum pemberian pakan. Pemindahan dilakukan dengan menyerok larva menggunakan mangkok atau sendok besar. Sebaiknya larva tidak dikeluarkan dari air.

sumber : Darti Satyani Lesmana, Iwan Dermawan, Penebar Swadaya, 2006

Senin, 19 Desember 2011

Kerapu Macan


Kerapu Macan

Kerapu macan termasuk kelompok ikan kerapu yang berharga tinggi. Jenis kerapu ini merupakan ikan asli Indonesia yang hidup tersebar di berbagai perairan berkarang di Nusantara. Selain di Indonesia, daerah penyebaran kerapu macan meliputi perairan di wilayah Indo-Pasifik.


A. Sistematika
Famili: Serranidae
Spesies : Epinephelus fuscoguttatus
Nama dagang brown marble grouper, flowery cod, blotchy rock cod, carpet cod, aka madaharata, lo fu pan
Nama lokal : garopa


B. Ciri-crii dan Aspek Biologi


1. Ciri fisik
Bentuk ujung sirip ekor, sirip dada, dan sirip dubur ikan berupa busur. Kepala dan badannya berwarna abu-abu pucat kehijauan atau kecokelatan. Badan dipenuhi
dengan bintik-bintik gelap berwarna jingga kemerahan atau coklat gelap. Bintik-bintik di
bagian tengah lebih gelap dibanding yang di pinggir. Ukuran bintik semakin mengecil ke
arah mulut. Adapun punggung dan pangkal sirip punggung ikan terdapat bercak besar kehitaman.


2. Pertumbuhan

Di alam, ikan kerapu macan dapat mencapai panjang total 95 cm dan bobotnya 11 kg.




C. Pemilihan lokasi budidaya

ikan ini dapat hidup dan tumbuh pada air berkadar garam 22 - 32 ppt. Oleh karena itu, lokasi budi daya dipilih sesuai dengan kriteria tersebut. Lokasi budi daya juga harus terlindung dari gelombang besar air laut dan angin kencang. Selain itu, perubahan salinitas yang besar dan aliran air kotor di lokasi budi daya harus dihindari.


D. Wadah Budi Daya
Pembesaran ikan kerapu macan dapat dilakukan di karamba jaring apung, seperti halnya jenis ikan kerapu lainnya. Ukuran rakit dan karamba yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan target produksi dan ukuran ikan yang akan dibudidayakan. Adapun kerangka rakit yang digunakan sebaiknya berukuran 5 m x 5 M dengan ukuran jaring 2 m X 2 M.


E. Pengelolaan Budi Daya


1. Penyediaan benih

Benih yang berasal dari hatchery harus diseleksi sebelum ditebar untuk budi daya pembesaran. Benih yang tidak normal (deformity) relatif lebih lemah dan mudah terserang penyakit. Selain itu, ikan cenderung menunjukan pertumbuhan yang lambat.


2. Penebaran benih
Benih ikan dengan bobot 5—10 g ditebar sebanyak 75— 100 ekor/m3 untuk ukuran 10 - 50 g benih bisa ditebar sebanyak 40-50 ekor/m3.



Pemberian pakan
Pakan yang diberikan bisa berupa ikan rucah ataupun pelet. Jika ingin melakukan budi daya ikan kerapu dengan pakan pelet, sangat penting untuk membiasakan benih dengan pelet selama masa pendederan. Untuk memperbaiki imunitas dan mengurangi stres ikan, disarankan untuk menambahkan vitamin C ke dalam pelet.


Kerapu macan termasuk jenis ikan predator. Oleh karena itu, pembudidayaan ikan ini memerlukan pakan berupa ikan rucah segar atau pelet berkadar protein tinggi. Pakan yang dimakan ikan kerapu akan tercerna 95% setelah 36 jam dalam lambung sehingga peniberian pakan dilakukan selang satu hari. Pada keadaan stres, ikan ini akan memuntahkan pakan yang dimakannya.














F. Pengendalian Hama dan penyakit
Kerapu macan yang dibudidayakan di KJA kerap kali cacat pada tutup insang, mulut, dan tengkuk belum diketahui jelas penyebabnya. Adapun ciri-ciri umum adanya serangan penyakit adalah ikan kehilangan nafsu makan.

Pengamatan kondisi pakan sangat penting untuk mendeteksi adanya penyakit pada ikan.

Saat kondisi kesehatan Ikan kerapu berubah menjadi buruk biasanya sering berenang di permukaan air karena gelembung renang membengkak. Apabila terdapat ikan semacam ini, pengamatan untuk mengetahui penyebabnya harus segera dilakukan.


pada tingkat benih sering terserang VNN. Gejalanya adalah perubahan warna menjadi lebih gelap, berenang lambat, dan berputar. serangan VNN berpengaruh besar terhadap laju pertumbuhan benih. Untukmenghindari serangan penyakit ini, telur yang digunakan harus bebas VNN.


parasit cacing kulit dengan mudah menginfeksi pada kerapu yang dibudidayakan. Untuk menekan pengaruh parasit pada ikan, sebaiknya melakukan perendaman ikan dalam air tawar (5 menit) dan mengganti jaring setiap 2-4 minggu. Sementara itu, parasit, seperti cacing insang dapat dibersihkan dengan perendaman ikan dalam air bersalinitas tinggi (6o ppt selama 15 menit).



G. Panen
Kerapu macan dapat dipanen setelah berukuran 5oo-600 g/ ekor. Umumnya ukuran tersebut diperoleh setelah pemeliharaan 6— 8 bulan. Sistem pemanenan dapat dilakukan secara total atau selektif tergantung, kebutuhan. Adapun cara panennya sama seperti panen
ikan di KJA. M

sumber : Penebar Swadaya, 2008

Kamis, 08 Desember 2011

TEKNOLOGI BUDIDAYA IKAN PATIN SIAM

TEKNOLOGI BUDIDAYA IKAN PATIN SIAM (Pangasionodon hypopthalmus) Disusun oleh : H. Dodi Sudenda (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat) Ikan patin siam merupakan jenis ikan yang memiliki kemampuan produktivitas tinggi, sehingga tepat untuk memenuhi kebutuhan protein ikan bagi masyarakat. JENIS IKAN PATIN a. Patin Jambal Patin lokal yang banyak ditemukan di sungai-sungai besar di Indonesia. Struktur daging lebih kompak,warna daging putih, rasa lebih gurih. Jumlah telur rendah. Hidup di air dengan kadar oksigen tinggi. b. Patin Siam Berasal dari Thailand, warna daging putih kekuningan. Jumlah telur tinggi. Dapat hidup di air dengan kadar oksigen rendah. c. Patin Pasupati Hasil kawin silang antara induk betina patin siam dengan induk jantan patin Jambal. Warna daging putih. Hidup di air dengan kadar oksigen tinggi. Tidak tahan terhadap serangan penyakit. BEBERAPA KEUNGGULAN PATIN SIAM 1. Dapat dipelihara di lahan dan air yang terbatas 2. Dapat dipelihara dengan kepadatan tinggi 3. Teknologi budidaya relatif mudah 4. Dapat memanfaatkan pakan alternatif (sisa katering, ikan rucah, dll). 5. Kelangsungan hidup tinggi 6. Produktivitas tinggi, cocok untuk memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia. 7. Pasar lokal dan ekspor. SEGMEN USAHA IKAN PATIN 1. Usaha produksi larva patin 2. Usaha produksi benih ukuran 1 inchi 3. Usaha produksi benih ukuran 2 inchi dan 3 inchi 4. Usaha pembesaran, produksi ukuran 0,5 -1 kg/ekor. TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH 1. Mengatur pola produksi sepanjang tahun: Penetasan telur sistem corong, Kolam induk memadai (luas rata-rata : 100 m2, jumlah 7-10 buah, kedalaman air minimal 100 cm, mengalir secara kontinyu. Induk memadai, kualitas/kuantitas. Pakan induk berkualitas. 2. Teknik produksi larva : a. Memilih induk : Induk dimasukkan ke kolam induk yang telah dipersiapkan, padat tebar 2-2,5 m2/ekor. Ciri/syarat Induk jantan : Bila perut diurut keluar sperma, umur minimal 1,5 tahun. Berat > 2 kg/ekor , sehat dan tidak cacat. Ciri/syarat induk betina : Perut membesar ke arah anus Umur minimal 2,5 tahun Berat > 3kg/ekor Sehat dan tidak cacat Pemijahan dengan cara kawin suntik dan pembuahan buatan. Memilih induk matang gonad, untuk seekor induk betina diperlukan 2 ekor induk jantan. b. Striping dan Pembuahan Buatan - Striping induk betina, telur ditampung dalam wadah baskom. - Campurkan sperma ke dalam baskom dengan cara mengurut bagian perut induk jantan. - Tambahkan juga larutan NaCl sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan menggunakan bulu ayam sampai sperma bercampur dengan seluruh butir telur. - Bisa juga sperma dipersiapkan 0,5 - 1 jam sebelumnya, 1 cc sperma dicampur dengan 4 cc NaCl dalam botol aqua kecil, disimpan dengan termos es. Setelah telur tersedia dalam baskom, larutan sperma dicampurkan sedikit demi sedikit, dan diaduk dengan bulu ayam. - Setelah telur dibuahi kemudian telur dibilas dengan air bersih dengan tujuan untuk menghilangkan lendir. - Kemudian telur dicampur dengan larutan tanah/lempung yang sudah disterilkan dengan perbandingan 1 kg tanah : 2 liter air. - Telur dibilas dengan air bersih sampai telur benar-benar bersih seperti semula. - Telur patin telah siap untuk ditetaskan. - Semua wadah di unit penetasan diisi penuh air bersih. - Telur yang telah dibuahi dimasukan ke dalam corong. - Padat penebaran +- 300 gr/corong. - Telur akan menetas setelah 18-24 jam. - Larva dipanen dengan menggunakan sair, ditampung dalam wadah penampungan yang dilengkapi aerasi. c. Panen Larva - Daya tetas telur 70-90 % - Produksi 200.00- 300.000 ekor/3 kg induk. - Pengepakan untuk pengangkutan menggunakan kantong plastik ukuran 60x40 cm dengan kepadatan 20.000 ekor/kantong (tahan 8 jam dalam kantong) - Harga jual Rp. 6-8 /ekor. d. Pemanenan Hasil - Setelah lama pemeliharaan 22-30 hari benih dipanen - Ukuran benih rata-rata 1 inchi - Jumlah produki rata-rata mencapai 120.000 ekor/unit pendederan - Pengepakan untuk pengangkutan mranenggunakan kantong plastik ukuran 60 x 4 cm, kepadatan 1.000 ekor/kantong, bisa tahan 8 jam. - Harga jual Rp. 75-80 per ekor. TEKNIK PRODUKSI BENIH 2 INCHI a. Tempat Pemeliharaan : - Bak tembok ukuran 3,75 x 1,8 x 0,75 m, 2 buah /unit. - Dilengkapi unit bak filter 4 buah masing-masing ukuran 0,4x0,4x 0,75 m. - Peralatan filter kerikil, arang, busa - Pompa isap celup 100 watt sebanyak 1 buah. - Waring ukuran 3,75 x 1,8 x 0,7 m sebanyak 2 buah. - Sumber air dalam tanah, jet pump 1 buah. b. Penebaran Benih - Bak diisi air bersih setinggi 65 cm - Benih ukuran 1 inchi ditebar sebanyak 25.00 ekor/bak.

Jumat, 04 November 2011

Kondisi Air dalam membudidayakan ikan di Kolam Air Deras

Membudidayakan ikan di Kolam Air Deras 

Kolam ikan dapat dikatakan sebagai kolam air deras bila air yang mengalir di kolam debitnya minimal 25 lt/detik, tetapi optimalnya debit air yang mengalir di kolam air deras yaitu 50 - 100 lt/detik. 

jenis ikan yang biasa dibudidayakan pada kolam air deras yaitu : 
1. ikan tawes
2. ikan nilem
3. ikan tombrol
4. ikan mas
5. ikan patin 
6. ikan bawal 

suatu kelebihan pada kolam air deras yaitu banyak mengandung oksigen terlarut. budidaya ikan pada kolam air deras merupakan suatu budidaya ikan yang dilakukan secara intensif karena membutuhkan pakan yang memenuhi syarat. budidaya ikan di kolam ini memerlukan pengelolaan pakan termasuk penentuan kualitas pakan, waktu pemberian pakan, dan jumlah pemberian pakan. 

Umumnya budidaya ikan di kolam air deras banyak dilakukan di daerah pegunungan seperti bandung, Bogor, Tasikmalaya, Sukabumi, Purwokerto, Temanggung, Wonosobo, dan Malang. 

dalam membuat kolam air deras kondisi air harus diperhatikan : 
1. Debit air minimal 25 liter/detik, optimal 50 - 100 lt/detik
2. Oksigen O2 yang terlarut pada kolam air deras cukup tinggi yaitu 6 - 8 ppm
3. Air yang digunakan untuk kolam air deras harus bebas polusi
4. Air dapat terpenuhi sepanjang tahun
5. Kolam harus kokoh terbuat dari tembok
6. makanan ikan (pakan) harus berkualitas baik mengandung protein 25 - 30%

Rabu, 19 Oktober 2011

TEKNIK PRODUKSI MASSAL CACING TUBIFEX


TEKNIK PRODUKSI MASSAL CACING TUBIFEX

                Cacing Tubifex sp dikenal dengan nama cacing sutera maupun cacing rambut merupakan pakan alami yang belum tergantikan keberadaannya. Sejauh ini usaha budidaya cacing-cacing sutera belum banyak dilakukan dan hanya mengandalkan pasokan dari alam.
                Istilah produksi  massal cacing   tubifex  adalah upaya menumbuhkan dan mengembangbiakan cacing ini di dalam tempat (media) pemeliharaan yang terkontrol, berupa kubangan tanah berlumpur dan tergenang air.
TAHAPAN KEGIATAN PRODUKSI CACING TUBIFEX SP:
1.       SIAPKAN LAHAN : Lahan yang digunakan berupa saluran drainase permanen yan berukuran panjang 10 m, lebar 20 cm, dan tinggi (kedalaman ) 15 cm.
2.       PEMBUATAN MEDIA KULTUR : Bahan yang digunakan sebagai media kultur terdiri dari lumpur, pupuk kandang, dedak halus, tepung ikan serta pakan buatan. Bahan yang telah disiapkan dicampur rata dan ditaruh secara merata pada tempat kultur yang sebelumnya telah dibuatkan sekat yang terbuat dari papan sebagai penahan lumpur.
3.       MASUKKAN AIR SECARA PERLAHAN pada media kultur dengan mengalir. Media dibiarkan sampai 4 atau 5  hari untuk menghilangkan gas yang dihasilkan oleh pupuk kandang.
4.       PENEBARAN BIBIT.Bibit tubifex sebanyak 200 gr dimasukkan ke dalam ember atau baskom kemudian disiram air agar gumpalan buyar. Cacing tubifex  yang sudah  terurai ini kemudian ditebar ke seluruh permukaan di media budidaya secara merata. Seterusnya atur aliran air yang masuk ke dalam media terus dikontrol jangan sampai tempat budidaya kering atau kelebihan air.
5.       PASANG PAPAN PENUTUP di atas media kultur untuk menghindari cahaya matahari langsung.
6.       PEMELIHARAAN . Masa pemeliharaan cacing tubifex sekitar 3-4 minggu. Bila kondisi lingkungan cocok dan jumlah pakannya cukup, bibit cacing itu akan berkembang pesat dan dapat dipanen setiap 5 hari sekali.
7.       PANEN. Panen dilakukan dengan cara cacing tubifex diambil dengan tangan beserta lumpurnya. Kemudian ditaruh dalam seser larva yang halus dan dicuci di air mengalir. Dan lebih baiknya dicuci di atas media budidaya agar lumpurnya bias dimanfaatkan lagi. Cacing tubifex yang sudah dicuci tapi belum begitu bersih ditaruh di talang atau pada kotak steroform dan diisi air setinggi 2-3 mm di atas gumpalan cacing dan lumpur, dan di atasnya ditaruh kain strimin. Tutup talang atau steroform selama 2-3 jam, maka cacing akan terpisah dari lumpur dan kotoran lainnya. Selanjutnya cacing yang sudah bersih disimpan pada steroform ayang dialiri air secara terus menerus.
SUMBER : TABLOID AKUAMINA EDISI 4 TAHUN I, 22 DESEMBER 2010-4 JANUARI 2011.

Minggu, 18 September 2011

persyaratan dalam membudidayakan ikan air tawar

Dalam membudidayakan ikan di kolam atau empang ada beberapa persyaratan yang perlu diketahui, diantaranya antara lain :

1. Sumber Air
Dalam pemilihan tempat untuk budidaya ikan perlu memperhatikan sumber air. sumber air ini harus cukup dan memadai. sumber air ini bisa berasal dari sungai, aliran irigasi, maupun mata air. sumber air sedapat mungkin tersedia sepanjang tahun dengan debit yang memadai.  salah satu contoh dalam memelihara ikan mas memerlukan suplai air dengan debit 10 - 16 liter/detik/ha.

2.  Jenis tanah dan kemiringan
dalam membangun kolam harus memperhatikan jenis tanah dan kemiringan. kolam yang dibangun sebaiknya memiliki jenis tanah yang liat atau lempung berpasir (sandy clay) sehingga tidak porus. Kemiringan lahan yang digunakan untuk budidaya ikan sebaiknya memiliki kemiringan 5 - 10 derajat karena kondisi air demikian akan memudahkan pengaliran air secara gravitasi.

3. Kualitas Air
Air yang digunakan untuk budidaya ikan harus memenuhi kualitas yang disyaratkan. air yang digunakan tidak berbahaya, tidak mengandung racun berbahaya dan bisa menumbuhkan pakan alami.
secara umum parameter kualitas air untuk melakukan budidaya ikan yang baik adalah :
a. Suhu  : 25 - 30 derajat celcius
b. pH air : 6,5 - 8,5
c. DO (oksigen terlarut) : minimal 3 ppm
d. Kadar Amonia (NH3) :  maksimal 0,5 ppm

4. Jauh dari tempat pembuangan limbah
lokasi yang digunakan untuk budidaya ikan harus jauh dari limbah industri maupun dari limbah rumah tangga

Sabtu, 19 Februari 2011

Budi Daya Ikan di Lahan Sempit

Budi Daya Ikan di Lahan Sempit

Dengan metode baru, ikan gurami kini bisa dibudidayakan dilahan sempit, seperti di perkarangan atau sudut,rumah.

Anggapan bahwa budidaya gurami harus dilakukan dilahan sawah yang luas kini tinggal mitos.

Sekarang ini gurami bisa dikolamkan di lokasi apa pun, baik didesa maupun di kota,di kolam terpal,plastik atau bak.

Dengan begitu, ikan gurami dapat dijadikan alternatif masyarakat yang ingin mendapatkan penghasilan tambahan di lahan sekitar tempat tinggalnya.

Perkumpulan Masyarakat Perikanan Nusantara (Permina) akan menggelar Diklat Budi Daya Gurami di Lahan sempit Sistem Guba BerbasisBiotik Berbasis Probiotik pada Minggu 6 Maret 2011 diKampung Gurami Jambida, Bantul. Yogyakarta, Dengan nara sumber praktis, Pemegang jaringan gurami jawa Kalimantan,petani gurami, dan konsultan agrobisnis.

Selain di kenalkan dengan dasar-dasar budidaya gurami secara benar, Diklat di Gubug Permina ini difokuskan pada praktek langsung dikolam, baik kolam induk, penuluran, pembibitan dan pembesaran, sehingga bisa berjalan interaktif dan aplikatif.

Diklat ini terbuka untuk umum, dapat diikuti siapa saja, pensiunan, karyawan, ibu rumah tangga, karang taruna, dai, guru maupun para sarjana penggorak perdesaan

SUMBER MEDIA INDONESIA 18 FEBRUARI 2011 HAL 20

Jumat, 15 Oktober 2010

Budidaya Ikan Hias : Palmeri Tetra

Palmeri Tetra

Palmeri Tetra yang juga disebut Emperor Tetra atau ikan kaisar (Nematobrycon palmeri) berasal dari Kolombia, Amerika Selatan. Hidupnya di perairan tenang pada kolom air dan bersifat omnivora.

Ikan ini sangat berkawan sehingga dapat dipajang bersama ikan lain. Hidupnya berkelompok. Lingkungan hidupnya bersuhu optimal antara 23-25° C. Keasaman (pH) airnya sedikit asam sekitar 6,5-6,8. Sementara kekerasannya 8° dH.

Punggung ikan ini mengilat, cokelat, dan ke arah depan agak hitam. Sirip ekor memanjang dan meruncing agak melengkung. Sirip ekor pada jantan bercabang tiga, sedangkan pada betina hanya bercabang dua. Dari pangkal mata hingga ujung ekor terdapat garis horisontal tebal. Di atas garis berwarna kebiruan, sedangkan di bawah garis kemerahan.

Untuk pemijahan, ikan ini dipasangkan masing-masing satu pasangan setiap akuarium sehingga wadahnya pun kecil. Sebagai sarangnya dapat digunakan enceng gondok atau mop dari raffia. Induknya harus sudah berumur lebih dari tujuh bulan. Agar kualitas telurnya bagus, diusahakan pakannya bervariasi, yaitu kutu air besar, jentik nyamuk, dan sedikit cacing sutera. Air untuk pemijahan berketinggian sekitar 15 cm.


Selain hanya berpasangan, pemijahan pun dapat dilakukan secara masal dalam akuarium besar. Perbandingan jantan betina sekitar 1 : 2-3. Di dalam akuarium pun tetap diberi substrat atau sarang dari mop raffia.

Setelah berpijah, telur ataupun induknya dipindahkan dari wadah. Air untuk penetasan cukup sekitar 10 cm dengan aerasi lembut. Agar tingkat penetasan telurnya tinggi, ke dalam wadah penetasan diberi obat antijamur seperti metil biru.

Bila perawatannya baik, telur akan menetas dalam waktu 36 jam. Larva yang baru menetas tersebut dapat diberi pakan infusoria selama 2-3 hari untuk selanjutnya dapat diberi kutu air. Larva ini sudah mulai bisa berenang setelah berumur empat hari. Untuk pembesarannya, benih dipindahkan ke akuarium yang lebih besar sesudah berumur satu bulan. Kalaupun masih tetap menggunakan akuarium untuk pembesaran, kepadatannya perlu dikurangi dengan cara penjarangan.


Pakannya dapat berupa cacing sutera. Bila menggunakan akuarium, penggantian air harus dilakukan setiap hari. Sementara kalau menggunakan kolam, penggantian airnya dilakukan setiap tiga hari sekali. Jumlah air yang diganti cukup sepertiga hingga separonya. Biasanya dalam jangka waktu dua bulan ikan sudah bisa dipanen dengan ukuran 2,5 cm.

sumber : Darti S.L dan Iwan D. Penebar Swadaya, 2006

Jumat, 24 September 2010

BUDIDAYA LELE DI KOLAM TERPAL

BUDIDAYA LELE DI KOLAM TERPAL PDF Print E-mail

Kolam terpal adalah kolam yang dasarnya maupun sisi-sisi dindingnya dibuat dari terpal. Kolam terpal dapat mengatasi resiko-resiko yang terjadi pada kolam tanah maupun kolam beton. Terpal yang dibutuhkan untuk membuat kolam ini adalah jenis terpal yang dibuat oleh pabrik dimana setiap sambungan terpal dipres sehingga tidak terjadi kebocoran. Ukuran terpal yang di sediakan oleh pabrik bermacam ukuran sesuai dengan besar kolam yang kita inginkan. Pembuatan kolam terpal dapat dilakukan di pekarangan ataupun di halaman rumah. Lahan yang digunakan untuk kegiatan ini dapat berupa lahan yang belum dimanfaatkan atau lahan yang telah dimanfaatkan, tetapi kurang produktif.

Keuntungan dari kolam terpal adalah :

a. Terhindar dari pemangsaan ikan liar.

b. Dilengkapi pengatur volume air yang bermanfaat untuk memudahkan pergantian air maupun panen. Selain itu untuk mempermudah penyesuaian ketinggian air sesuai dengan usia ikan.

c. Dapat dijadikan peluang usaha skala mikro dan makro.

d. Lele yang dihasilkan lebih berkualitas, lele terlihat tampak bersih, dan tidak berbau dibandingkan pemeliharaan di wadah lainnya.


Gambar 2. Kolam terpal pemeliharaan lele

Langkah-langkah pembuatan kolam terpal adalah sebagai berikut :

1. Usahakan lahan yang sedikit rindang, tapi jangan langsung di bawah pohon.

2. Terpal, ukuran 4x3 meter (terpal jenis A3 lebih tebal), saat pemasangan sebaiknya ukuran terpal agak dilebihkan agar dapat dibentuk sesuai rangka/patok.

3. Bambu, diperlukan bambu yang dibelah besar, dengan ukuran 2,2 meter sebanyak kurang lebih 10 belahan, dan ukuran 3,2 meter sebanyak kurang lebih 10 belahan.

4. Tiang patok, diperlukan kayu yang nantinya bakal tumbuh agar bisa bertahan lama, seperti tanaman hanjuang atau apa saja yang kuat. Jangan menggunakan bambu karena masa pakainya terbatas.

5. Paku, digunakan untuk memaku belahan bambu ke patoknya.

6. Kawat, digunakan untuk mengikat terpal ke patok/bambu.

Setelah semua bahan tersedia, terlebih dulu ratakan tanah yang akan di pakai untuk mendirikan kolam terpal, jangan sampai ada benda tajam di atasnya. Lalu dirikanlah patok di empat sudut berbeda dengan ukuran panjang 4 meter dan lebar 3 meter. Kemudian pasang belahan bambu 4,2 meter untuk panjangnya dengan menggunakan paku, dan belahan bambu 3,2 meter untuk lebarnya. Pasang agak merapat agar rangka kolam kuat. Setelah semua terpasang, maka terpal dapat dipasang membentuk segi empat di dalam rangka tersebut. Ujung terpal di ikat kuat-kuat dengan kawat ke patok. Karena nantinya terpal akan diisi air, maka pastikan rangka kolam terpasang dengan kuat.

4.1 Peralatan Penunjang

Beberapa jenis alat yang diperlukan diantaranya adalah timbangan, alat tangkap (serok/lambit), ember dan lain-lain. Alat-alat tersebut biasanya dipakai untuk memanen ikan atau pada saat kegiatan sampling pertumbuhan bobot tubuh ikan.


Gambar 3. Timbangan, serok dan ember (kiri ke kanan)

4.2 Persiapan Kolam

Sebelum digunakan, sebaiknya kolam dipupuk terlebih dahulu. Pemupukan bermaksud untuk menumbuhkan plankton hewani dan nabati yang menjadi makanan alami bagi benih lele. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang (kotoran ayam) dengan dosis 500-700 gram/m2. Dapat pula ditambahkan urea 15 gram/m2, TSP 20 gram/m2, dan amonium nitrat 15 gram/m2. Tahapan pemupukannya adalah mula-mula kolam diisi air setinggi 30-50 cm dan dibiarkan selama satu minggu sampai warna air kolam berubah menjadi cokelat atau kehijauan, yang menunjukkan mulai banyak jasad-jasad renik yang tumbuh sebagai makanan alami lele. Kemudian secara bertahap ketinggian air ditambah, sebelum benih lele ditebar.

Pertumbuhan pakan alami pada media pemeliharaan (fitoplankton dan zooplankton) juga dapat dibantu dengan penggunaan probiotik/bakteri organik yang telah banyak tersedia. Penggunaan probiotik yang berlebihan (baik yang dicampur dalam pakan maupun ditebar langsung pada badan air/kolam) bukanlah tindakan yang bijak. Idealnya jenis dan takaran probiotik untuk setiap kolam berbeda-beda, tergantung dari kondisi masing-masing kolam berdasarkan hasil pemantauan berkala terhadap nilai pH (derajat keasaman), DO (oksigen terlarut), salinitas, suhu serta tingkat kejernihan air kolam, dan lainnya. Jenis dan kepadatan/konsentrasi kandungan bakteri pada setiap merk produk probiotik berbeda-beda. Dengan demikian penggunaannya pun hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan. Pemakaian probiotik yang berlebihan justru tidak tepat sasaran.

4.3 PENEBARAN BENIH

Sebelum benih ditebar, sebaiknya benih disuci hamakan dulu dengan merendamnya didalam larutan KMNO4 (Kalium Permanganat) atau PK dengan dosis 35 gram/m2 selama 24 jam atau formalin dengan dosis 25 mg/l selama 5-10 menit.

Penebaran benih hendaknya dilakukan pada pagi/sore hari. Pada kedua kondisi ini umumnya perbedaan nilai suhu air pada permukaan dan dasar kolam tidak terlalu besar. Jika perbedaan suhu air wadah benih dan air kolam tebar cukup signifikan, maka perlu dilakukan upaya penyamaan suhu air wadah benih secara bertahap terlebih dahulu agar benih tidak stres saat ditebarkan.

Kedalaman air kolam tebar pun hendaknya disesuaikan dengan jumlah dan ukuran benih. Sedapat mungkin hindari penebaran benih pada kondisi terik matahari secara langsung. Sebaiknya benih ikan tidak ditebar langsung dari wadah ke kolam. Cara yang sering dilakukan adalah menenggelamkan sekaligus wadah dan benih ikan ke dalam kolam tebar secara hati-hati, perlahan dan bertahap. Benih ikan akan mendapat kesempatan beradaptasi (walau sebentar) dengan lingkungan air kolam tebar sedini mungkin meskipun masih berada dalam wadahnya. Kemudian benih ikan dibiarkan keluar sendiri-sendiri dari wadahnya secara bertahap menuju lingkungan air kolam tebar yang sesungguhnya.

Benih yang sudah teraklimatisasi akan dengan sendirinya keluar dari kantong (wadah) angkut benih menuju lingkungan yang baru. Hal ini berarti bahwa perlakuan tersebut dilaksanakan diatas permukaan air kolam dimana wadah (kantong) benih mengapung diatas air. Jumlah benih yang ditebar 100-150 ekor/m2 yang berukuran 8-10 cm.


Gambar 4. Benih ikan lele


4.4 PEMBERIAN PAKAN

Pakan yang diberikan berupa pelet dengan kandungan protein berkisar antara 26-28 %. Pemberian pakan ini dilakukan secara berkala dengan dosis 3-5 % dari bobot total ikan dan frekuensi pemberiannya sebanyak tiga kali sehari (pagi, siang dan sore).

Pemberian pakan buatan (pelet) diberikan sejak benih berumur 2 minggu yaitu pakan berupa bentuk serbuk halus. Penghalusan butiran lebih praktis dengan menggunakan alat blender atau dengan cara digerus/ ditumbuk. Kemudian setelah itu berangsur-angsur gunakan pelet diameter 1 milimeter barulah kemudian beralih ke pelet ukuran 2 milimeter (sesuai dengan umur ikan lele). Hal ini dimaksudkan agar pelet dapat dicerna lebih baik dan lebih merata oleh seluruh ikan sehingga meminimalisir terjadinya variasi ukuran ikan lele selama pertumbuhannya.




sumber : http://www.perikanan-budidaya.dkp.go.id