Pelatuk paruh gading (Campephilus principalis) adalah salah satu spesies dari familia Burung pelatuk, Picidae; binatang ini secara resmi didaftarkan sebagai spesies terancam, namun pada akhir abad ke-20 telah ditetapkan secara luas sebagai spesies yang telah punah.
Sebuah laporan menyatakan ditemukannya spesies jantan di Arkansas pada tahun 2004 dan 2005 dilaporkan oleh sebuah regu dari Laboratorium Ornitologi Cornell pada April 2005 (Fitzpatrick et al., 2005). Jika benar, hal ini akan menjadikan Pelatuk paruh gading menjadi sebuah spesies lazarus, suatu spesies hidup yang ditemukan kembali setelah ditetapkan punah selama beberapa waktu.
Penawaran sebesar $ 10.000 ditawarkan untuk informasi yang bisa menunjukkan sarang, tempat bertengger atau tempat makan Pelatuk paruh gading.
Pada akhir September 2006, sebuah regu Ornitologi dari Universitas Auburn dan Universitas Windsor menerbitkan makalah yang menyatakan pendapat yang mendetail mengenai bukti-bukti keberadaan Pelatuk Paruh Gading di sepanjang Sungai Choctawhatchee di Florida bagian barat laut. (Hill et al., 2006). Di samping laporan awal dari Arkansas dan Florida, bukti lain yang dapat menjadi acuan dalam menetapkan keberadaan populasi Pelatuk Paruh Gading yang bedasarkan foto atau video, contoh spesies, atau DNA dari bulu burung tersebut, sampai sekarang belum didapatkan. Meskipun begitu, usaha pembebasan tanah dan pemulihan sekarang sedang dilakukan untuk melindungi kelangsungan hidup pelatuk ini.
Pelatuk Paruh Gading merupakan jenis pelatuk berukuran besar dari Amerika Serikat. Spesies yang terbesar dari semua pelatuk adalah Pelatuk Raja (C.imperialis) dari Meksiko barat, yang merupakan spesies langka lainnya. Panjang Pelatuk Paruh Gading adalah 50 cm dan berat 600 gram. Binatang ini memiliki rentang sayap sepanjang 75 cm.
Burung ini berwarna hitam kebiruan dengan putih pada bagian leher hingga punggungnya dan putih yang lebih lebar pada tepi luar dan dalam sayapnya. Pada dalam sayap juga berwarna putih di sepanjang tepinya, mengakibatkan garis hitam hanya terdapat di sepanjang permukaan dalam sayap bagian tengah lalu melebar pada bagian ujung sayap. Jambul berwarna hitam pada betina dan anak-anak. Pada jantan, jambul berwarna hitam sepanjang sisinya, berubah serampangan menjadi merah pada ujung atas hingga belakang. Dagu dari Pelatuk Paruh Gading berwarna hitam. Ketika bertengger dengan sayap terlipat, baik pada jantan maupun betina akan tampak bidang kecil putih pada bagian punggung bagian bawah berbentuk segitiga kasar. Karakteristik tersebut menjadi cirinya sejak kecil dan Pelatuk Jambul paruh hitam. Pelatuk Jambul umumnya berwarna hitam kecoklatan, abu-abu kehitaman, atau biru kehitaman pada warnanya. Binatang ini juga memiliki belang putih pada leher tapi punggungnya yang umumnya berwarna hitam. Pelatuk Jambul muda dan dewasa memiliki jambul merah dan dagu putih. Kebanyakan Pelatuk jambul biasanya tidak memiliki warna putih pada tepi permukaan luar sayap mereka dan ketika bertengger secara normal akan tampak satu bidang kecil berwarna putih pada setiap sisi tubuhnya dekat pinggir sayap. Bagaimanapun, Pelatuk Jambul, setiap individunya tampak berbeda dari biasanya, telah dilaporkan bahwa permukaan putih pada sayapnya, berbentuk segitiga putih pada bagian punggung terbawah ketika bertengger. Seperti kebanyakan pelatuk, Paruh gading memiliki paruh yang kuat dan panjang, gesit, keras, dan lidah pengait. Antar Pelatuk Amerika Utara, paruh gading merupakan spesies unik dalam memiliki paruh yang berujung kasar, membentuk banyak seperti pahatan pada kayu. Gendangan burung ini hanya sekali atau dua kali ketukan. Empat panggilan berbeda diungkapkan dalam suatu kebudayaan dan 2 direkam pada tahun 1930-an. Yang paling umum, adalah kent atau hant, suaranya seperti trompet mainan yang sering diulang secara berurutan. Ketika burung ini diganggu, nada kent naik, hal itu sering diulangi, paling sering dua kali. Suatu, panggilan lain, juga direkam, ini deberikan antara individu di sangkarnya, dan telah diungkapkan seperti yent-yent-yent.
Pelatuk Paruh Gading menyukai kayu keras rawa dan Hutan Pinus, yang sejumlah besar pohonnya telah mati dan membusuk. Sebelum Perang Saudara Amerika, sebagian besar Amerika Serikat bagian selatan tertutup hutan kayu keras yang luas yang diperkirakan merupakan habitat burung itu. Pada waktu itu, Pelatuk Paruh Gading tersebar dari Texas bagian timur sampai Carolina Utara, dan dari Illinois bagian selatan sampai Florida dan Kuba. Setelah Perang Saudara, industri kayu menebangi hutan berjuta-juta hektar di Selatan, menyisakan sedikit habitat yang dapat dihuni.
Pelatuk Paruh Gading suka makan larva kumbang pada sarang-sarang di kayu. Binatang ini juga suka makan biji, buah, dan serangga. Burung ini menggunakan paruh putihnya yang besar untuk mematuk, memecah, dan mengupas kulit kayu pada pohon yang mati untuk menemukan serangga. Anehnya, burung ini memerlukan jarak sekitar 25 km² (10 mil persegi) setiap hinggap sehingga mereka hanya dapat menemukan cukup makanan untuk memberi makan anak-anaknya dan dirinya. Karenanya, sedikit sekali populasi yang sehat. Kebanyakan Pelatuk Jambul bersaing untuk makan dengan spesies ini.
Aktivitas pemulihan diperburuk dengan perburuan para kolektor yang membantai populasi Pelatuk Paruh Gading pada akhir 1800an. Hal ini menjadikan pertimbangan punah pada 1920an, ketika sepasang burung ditemukan di Florida, yang ditembak hanya untuk spesimen.
Pada 1938, diperkirakan 20 individu hidup di alam liar, sekitar 6-8 diantaranya hidup di hutan tua yang sedang tumbuh yang dikenal Tanah Penyanyi di Louisiana, yang dimiliki Penggilingan dan Perusahaan Kayu Chicago. Perusahaan ini meremehkan perizinan dari empat Gubernur Selatan dan Lembaga Nasional Audubon bahwa tanah umum dibeli dan disimpan sebagai cadangan, dan menggundulkan hutan. Pada 1944 terakhir diketahui Pelatuk Paruh Gading betina, meninggalkan area yang gundul itu.
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar