Jumat, 13 Agustus 2010

Sumber Protein Hewani Asal Ikan di Daerah Pegunungan Papua Sangat Terbatas

Sumber Protein Hewani Asal Ikan di Daerah Pegunungan Papua Sangat Terbatas

“Keluhan masyarakat Dari Hasil Turkam 2010 : Harga ikan bisa mencapai Rp.40.000-50.000/Kg. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan : Bisa diMinimalisir dangan Pendekatan Budidaya Ikan dan Pertimbangan Alokasi APBD Dinas Kelautan dan Perikanan”.

Dalam rangka mendukung dan menjamin kelangsungan kegiatan budidaya ikan yang sudah ada dan akan dikembangkan oleh masyarakat pada masa yang akan datang, maka program utama Dinas Kelautan dan Perikanan selanjutnya adalah mengembangkan Unit Pembenihan Rakyat (UPR) di tingkat Distrik atau Kampung sehingga kebutuhan bibit ikan lebih dekat dengan pembudiddaya ikan.

Laporan : Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (Ir. Astiler Maharadja)

Selama mengikuti Program TURKAM (Turun Kampung) Gubernur dan Wakil Gubernur ke kampung-kampung ternyata banyak pengalaman yang dapat dipetik dalam rangka penyusunan program dan kegiatan khususnya di kabupaten-kabupaten pedalaman/pegunungan. Pengalaman ini sangat berharga dan hanya melalui program ini kita dapat lebih mengenal dari dekat kondisi daerah di kabupaten pegunungan. Persoalannya terletak pada keterbatasan transportasi dan jangkauan transportasi sampai ke distrik-distrik.

Melalui Program TURKAM kita banyak mendapat informasi dari Kepala-Kepala Kampung atau Kepala Distrik tentang hal-hal yang dapat dikembangkan oleh masing-masing Instansi atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Mungkin banyak orang bertanya-tanya dalam hati mengapa Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua ikut TURKAM ke daerah pegunungan.? pada hal laut di daerah pengunungan tidak ada, yang ada hanya sungai, danau atau rawa. Ada pertimbangan lain yang menjadi dasar keikut sertaan Dinas Kelautan dan Perikanan.

Sebagaimana kita ketahui hampir 60 % penduduk Provinsi Papua bermukim di daerah pegunungan. Sumber protein hewani asal ikan sangat terbatas, karena daerah pegunungan tidak memiliki laut, dipihak lain distribusi ikan dari daerah pesisir ke pegunungan juga tidak terjangkau sebab kapasitas angkut pesawat terbatas serta tingginya biaya angkut. Biaya angkut per kilogram barang dengan pesawat berkisar antara Rp. 29.000 - Rp. 33.000.-. Dengan demikian harga ikan per kg bisa mencapai Rp. 40.000.-. Harga yang sangat fantastis dan sulit dijangkau oleh masyarakat luas di daerah pedalaman.

Tuhan memang adil, dimana didaerah pegunungan tersedia air, sebagai media utama pemeliharaan ikan. Dengan dorongan kegiatan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua dalam tiga tahun terakhir didukung oleh dana RESPEK, ternyata minat masyarakat untuk memelihara ikan cukup tinggi. Melalui pengembangan budidaya ikan air tawar didaerah pegunungan akan mendekatkan sumber protein hewani asal ikan kepada masyarakat dan tidak perlu menangisi harga yang tinggi tersebut. Diharapkan dalam dua atau tiga tahun mendatang, produksi budidaya ikan air tawar akan meningkat dengan tajam. Faktor-faktor pendukung peningkatan produksi tersebut antara lain : minat masyarakat yang tinggi didukung oleh dana RESPEK, dana APBD Provinsi, Dana Alokasi Khusus dan Tugas Pembantuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hasil pemantuan di lapangan ternyata semua kabupaten pemekaran telah mendapat kucuran Dana Alokasi Khusus dan Tugas Pembantuan dari Pusat.

Sehubungan dengan kondisi lapangan, satu hal yang menjadi perhatian adalah jenis ikan yang dibudidayakan oleh masyarakat akan lebih baik jika divariasikan dengan jenis ikan Nila dan ikan Mas dengan ikan Lele dan ikan Grass carp (sejenis ikan Mas). Ikan lele tahan dengan kondisi air yang keruh sedangkan ikan Grass carp dapat memakan rumput atau daun ubi-ubian yang tersedia banyak di daerah pegunungan.

Dalam rangka mendukung dan menjamin kelangsungan kegiatan budidaya ikan yang sudah dan akan dikembangkan oleh masyarakat pada masa yang akan datang, maka program utama selanjutnya adalah mengembangkan Unit Pembenihan Rakyat (UPR) di tingkat Distrik atau Kampung sehingga kebutuhan bibit ikan lebih dekat dengan pembudiddaya ikan.
Untuk memenuhi kebutuhan Induk-Induk Unggul kepada UPR, maka Balai Benih Ikan (BBI) Lokal di beberapa kabupaten dikembangkan untuk mensuplay induk-induk unggul kepada UPR-UPR. Hal ini mengandung pengertian bahwa SDM harus ditingkatkan jumlah dan mutu serta ketrampilannya, fasilitas pendukung BBI dan lain sebagainya. Mungkinkah pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2012 daerah daerah pegunungan dibanjiri oleh ikan air tawar sebagai sumber protein hewani untuk meningkatkan status gizi masyarakat? Mari kita cermati alokasi APBD Dinas Kelauatan dan Perikanan Provinsi Papua pada tahun-tahun mendatang.***


Sumber : Agus Rahmawan, S.ST.Pi Papua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar