Rabu, 21 Maret 2012

Melihat Ketegaran Pengrajin Terasi Disaat Serbuan TI Apung

Udang basah tampak terpanggang oleh sengatan matahari yang terik. Diatas kayu yang dilapisi tikar itu, jejeran hewan laut yang masih dalam keadaan basah dijemur sang pemilik. Sejenak memperhatikan hal tersebut, lamunan Radar Bangka (RB) terpecah saat seorang perempuan mendekati RB. "Ada yang mau dicari?" sapa perempuan tersebut sambil tersenyum. Setelah menjelaskan maksud dan kedatangan RB, dengan ramah, Melly - begitu ia biasa disapa, dengan ramah menceritakan pekerjaanya tersebut.
               
Sembari meminta RB masuk kedalam rumah, Melly mulai berceita sedikit-demi sedikit. Menurutnya, pekerjaan yang ia lakoni tersebut sudah dilakukan sejak dirinya belum berkeluarga. Hingga sekarang menurut Melly, ia telah memiliki dua orang anak.  Perempuan yang saat ditemui mengenakan baju pink ini menyebutkan, pengalaman yang diperoleh dari orang tuanya adalah bekal utama ia membuat terasi tersebut.
               
"Dari gadis sih, sekarang sudah ada dua anak saya. Dulu saya sering bantu ibu yang kebetulan juga adalah penjual terasi," ujarnya ringan.   RB sendiri sempat memperhatikan apa yang ada didalam rumahnya. Terlihat, terasi yang sudah siap untuk dijual dan dikirim menghiasi ruangan itu. "Ya beginilah, ini yang sudah siap dijual," sebut Mellyi sembari menunjukkan terasi yang sudah rapi dibungkus.
               
Selain itu, diteras depan rumah. Sebuah etalase ukuran mini juga terisi terasi yang sudah siap jual. Melly melanjutkan, sebelum siap kirim. Terasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan belacan ini adalah berbahan baku udang. "Nah, yang didepan tadi adalah udang yang belum terlalu kering, masih basah," pungkasnya. Nantinya, udang tersebut sambung Melly dikeringkan. Setelah itu barulah dicampurkan dengan bumbu masakan dan penyedap makanan serta sambal.
               
Sambil terus membungkus terasi lainnya, perempuan 31 tahun itu terus menceritakan pengalaman dirinya. Dikatakannya, dahulu dirinya tidaklah pernah bercita-cita menjadi seorang pembuat terasi. Namun, karena nasib yang mengarahkan dirinya ini disebutkannya, dirinya memilih jalur ini. "Semuanya harus kita syukuri nikmat hidup yang ada saat ini. Karena tak semua orang mampu dan bisa menjadi pengrajin selama puluhan tahun seperti kedua orang tua saya dan kini saya yang melanjutkannya sebagai pengrajin terasi asli Toboali," ungkapnya dengan penuh keyakinan dan harap.
               
Ditanya mengenai kesulitan, perempuan ramah ini menyebutkan, kondisi sekarang bahan baku untuk membuat terasi yakni udang serom sangatlah sulit dicari. Pasalnya, aktifitas penambangan TI apung disepanjang laut Toboali adalah faktor utama. "Semenjak ada aktifitas penambang tersebut berimbas dengan udang sebagai bahan baku untuk pembuatan terasi sulit didapatkan. Jadi kalau mau membuat terasi bila stok sudah habis dan banyaknya permintaan, dengan terpaksa kitaharus membeli udang dari daerah luar Pulau Bangka yakni Palembang," bebernya.
               
Kondisi ini sambungnya, sangatlah berbeda dengan beberapa tahun lalu. Dikatakannya, sebelum adanya aktifitas penambangan. Namanya udang jenis serom banyak ditemui dipesisir laut Toboali diantaranya laut Kubu, Kelambui, Baher, Payak Ubi, Sukadamai dan laut Kampung Nelayan serta laut Kampung Padang.  Sehingga dengan mudah, nelayan sungkur mendapatkannya untuk dijadikan bahan baku pembuatan terasi. Namun kini disebutkan oleh istri dari Mizal ini, jangankan mau melihat udang serom. Untuk melihat air laut yang jernih saja sangat sulit ditemui.
               
"Banyaknya lubang camui dan kayu ponton serta kotoran bekas dari kegiatan penambangan tersebut, sehingga habitat udang jenis serom menjadi langkah dan punah dipesisir laut Toboali," keluhnya.  Kondisi ini akan semakin sulit disaat 5 bulan kedepan, dimana permintaan untuk pasokan terasi menurut Melly sangatlah banyak. Disinggung berapa banyak bahan baku udang yang ia perlukan setiap membuat panganan ini, Melly menyebutkan bahan baku udang sedikitnya adalah 100 kilogram. "Kalau susah didapatkan kasihan kami yang harus pesan ke Palembang. Kalau disini hanya Rp 2 ribu per kilogram sementara untuk Palembang mencapai Rp 5 ribu," sesalnya lagi seraya menyebutkan terjadi perbedaan warna jika bahan baku yang didapatkan adalah dari Palembang.
               
Dari sana otomatis, ia menyebutkan, harga jual juga menjadi berkurang. Dimana, biasanya dijual dengan Rp 50 ribu per kilogram untuk terasi yang menggunakan udang asli Toboali. Menjadi Rp 30 ribu bila menggunakan udang yang didapat dari Palembang. "ciri-ciri terasi asli Toboali itu baunya tak begitu menyengat. Kalau menemukan terasi yang baunya menyengat meski membeli terasi dari Toboali, itu artinya dalam pembuatannya kurang garam," ujarnya setengah mengajarkan. Karena kepiawaian itu pula, terasi buatannya menurut Melly pernah dikirim ke Belanda sebanyak 2 kilogram. Seingat dirinya, beberapa tahun lalu ada orang datang kerumah untuk mencari dan membeli terasi asli Toboali. Mereka beralasan, campuran makanan dengan terasi Toboali menjadi lebih enak[radarbangka]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar