Kamis, 22 Maret 2012

Sesilia, Amfibia Amat Langka

Sesilia, Gymnophiona atau Apoda adalah ordo amfibia yang bertubuh serupa cacing besar atau ular. Hewan ini amat langka. Selain karena hanya ditemukan di daerah hutan-hutan yang masih baik, sesilia hidup di dalam tanah yang gembur, di dekat sungai atau rawa-rawa; sehingga jarang sekali didapati oleh manusia. Dalam bahasa Jawa mereka disebut ulo duwel.

Nama sesilia berasal dari bahasa Latin caecus = buta, merujuk pada matanya yang kecil atau tidak ada. Nama itu berasal dari nama taksonomis dari spesies pertaa yangdideskripsikan Carolus Linnaeus, yang diberi nama Caecilia tentaculata. Nama taksonomis ordo ini berasal dari bahasa Yunani γυμνος (gymnos, telanjang) dan οφις (ophis, ular), karena mulanya sesilia dianggap berkerabat dengan ular.


Sesilia sama sekali tidak mempunyai kaki, sehingga jenis kecil mirip cacing dan yang besar sepanjang 1,5 m mirip ular. Ekornya pendek atau tidak ada, dan kloakanya dekat ujung badan.
Kulitnya lembut dan berwarna gelap tidak mengkilap, namun beberapa jenis berwarna-warni. Di dalam kulit ada sisik dari kalsit. Karena sisik inilah, sesilia pernah dianggap berkerabat dengan Stegocephalia fosil, namun sekarang hal itu dipercaya karena perkembangan sekunder dan kedua kelompok itu tidak mungkin berkerabat.
Kulitnya juga memiliki banyak lipatan berbentuk cincin, yang sebagian menutupi tubuhnya sehingga mereka nampak beruas-ruas. Seperti amfibia lain, di kulitnya ada kelenjar yang mensekresikan racun untuk mengusir pemangsa. Sekresi kulit Siphonops paulensis telah ditunjukkan memiliki sifat hemolisis.

Anatomi sesilia sangat teradaptasi pada kehidupan dalam tanah. tengkoraknya kuat dengan moncong meruncing untuk mendesak jalan melalui tanah atau lumpur. Pada banyak spesies, jumlah tulang di tengkorak tereduksi dan berpadu bersama, mulutnya berada di bagian bawah kepala. Ototnya teradaptasi untuk mendesak jalan mereak melalui tanah, dengan kerangka dan otot dalam bertindak sebagai piston dalam kulit dan otot luar. Hal ini memungkinkan binatang ini menambatkan ujung belakangnya di tempat, dan mendesak kepala ke depan, lalu menarik bagian tubuh lain untuk mencapainya dalam gelombang. Di air atau lumpur sangat cair, sesilia berenang mirip belut. Sesilia famili Typhlonectidae hidup di air dan juga sesili terbesar. Wakil famili ini punya sirip berdaging di sepanjang bagian belakang tubuhnya, yang menambah kemampuan mendorong di air.
Semua sesilia, kecuali yang paling primitif, mempunyai dua perangkat otot untuk menutup rahang yang pada vertebrata lain ada sepasang. Hal ini lebih berkembang lagi pada sesilia penghuni tanah efisien, dan nampaknya membantu tengkorak dan rahangnya tetap kaku.
Karena kehidupan bawah tanahnya, mata sesilia berukuran kecil dan ditutupi kulit yang melindunginya dimana hal ini membuat salah pengertian bahwa sesilia buta. Hal ini tidak mesti benar, meskipun penglihatannya terbatas pada persepsi gelap-terang sederhana. Semua sesilia memiliki sepasang tentakel yang berada di anatra mata dan lubang hidung. tentakel ini mungkin digunakan untuk kemampuan penciuman kedua, selain indera penciuman normal di hidungnya.
Kecuali spesies tak berparu-paru Atretochoana eiselti yang hanya diketahui dari dua spesimen yang dikumpulkan di Amerika Selatan, semua sesilia mempunyai paru-paru, namun juga menggunakan kulit dan mulutnya, untuk untuk menyerap oksigen. Seringkali paru-paru kiri lebih kecil daripada paru-paru kanan, suatu adapatsi kepada bentuk tubuh yang juga ditemukan pada ular.

Sesilia menyukai tempat-tempat yang basah atau lembap. Tepi-tepi sungai atau parit, di bawah tumpukan batu, kayu atau serasah yang bertimbun; dan di dekat kolam atau rawa. Makanan sesilia tidak begitu diketahui, meskipun nampaknya terdiri atas serangga dan invertebrata yang ditemukan di habitat masing-masing spesies. Isi perut 14 spesimen Afrocaecilia taitana terdiri dari bahan organik dan tetumbuhan yang tak dapat ditentukan. Dimana sisa-sisa yang dapat dikenal paling banyak, yang ditemukan adalah kepala rayap. Meski diperkirakan bahwa bahan organik tak tentu itu menunjukkan bahwa sesilia makan detritus, yang lain percaya bahwa ini merupakan sisa-sisa cacing tanah.
Makanannya berupa serangga, cacing dan ular kawat (Typhlops). Di dalam tangkaran, sesilia mau memakan lalat yang dimatikan atau yang dilumpuhkan dan ditaburkan ke dalam kandangnya.

Sedikit yang diketahui tentang sejarah evolusi sesilia, yang hampir tidak meninggalkan catatan fosil. Yang diperkirakan dari sedikit fosil adalah bahwa mereka hanya sedikit berubah selama jutaan tahun. Fosil paling awal yang diketahui berasal dari periode Jurasik. Genus primitif ini, Eocaecilia, memiliki kaki kecil dan mata yang berkembang baik.


Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar